Monday, October 26, 2020

Pukul 4 Pagi

 Tidak ada yang bisa diajak berbincang.

Dari jendela kau lihat bintang-bintang sudah lama tanggal.
Lampu-lampu kota bagai kalimat selamat tinggal.
Kau rasakan seseorang di kejauhan menggeliat dalam dirimu.
Kau berdoa: semoga kesedihan memperlakukan matanya dengan baik.

Kadang-kadang, kau pikir, lebih baik mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang.
Jika ada seorang telanjur menyentuh inti jantungmu,
Mereka yang datang kembali hanya akan menemukan kemungkinan-kemungkinan.

Dirimu tidak pernah utuh. Sementara kesunyian adalah buah yang menolak dikupas.
Jika kau coba melepas kulitnya, hanya akan kau temukan kesunyian yang lebih besar.

Pukul 4 pagi. Kau butuh kopi segelas lagi.

Wednesday, October 21, 2020

Sebelum Hujan Reda

Sebelum hujan reda
Aku tak sempat berteduh
Sebab rintiknya adalah puisi
Dan rinainya adalah kamu

Di bawah derai yang deras
Deru dadamu kudengar berdetak
Berdentum bagai angin yang silir
Berdebar bagai napas yang sengau

Sebelum hujan reda
Gelombang matamu membanjiri segenap mataku
Dan membasahi rindu
Yang kubawa dari perjalanan

Aku berjalan di antara hujan
Yang perlahan reda
Sedang di jalan itu,
Rindu kian deras
Membasahi pipimu yang landai
Dan mengguyur tubuhmu yang jatuh
Ke dalam pelukan hujan
Yang tak pernah reda
Sebab kau menjadi derai dan derasnya. 

-MHK-

Friday, October 16, 2020

Kabar Hari Ini

Kudengar kabar hari ini
Bahwa angin enggan berembus
Matahari meminang sinarnya sendiri
Tak rela ia biaskan pada bumi
Sebab kau.
Sebab kau yang memintanya.

Kudengar kabar hari ini
Senja sore nanti,
Ia tak akan memamerkan warnanya
Sebab ia malu
Pada warna yang merona
Di antara lekuk bibirmu
Dan dua matamu.

Kabar tentang hujan hari ini
Kuhentikan dengan kata
Dengan gerimis yang tak jadi kau genggam
Dengan rindu yang tak jadi kau bungkam.

Kudengar kabar
Kau akan mengusik senja
Jika ia berani mengusik matamu.

Jakarta, 041218

-MH. Kholis-