Tuesday, January 26, 2016

Dibiarkan lupa

Kita tidak pernah lagi berbicara, tapi suaramu masih menjadi lagu favoritku. Hanya melempar pandangan saat bertemu, lalu pura-pura tenggelam–padahal ekor mataku mengikuti langkah kakimu. Selain senyum basa-basi tak berkualitas, kita lebih sering berperan sebagai orang asing.

Kalau sendirian, aku masih melamunkanmu, sibuk bertanya pada apa aja: tentang semenyenangkan apa harimu? Mendadak, aku ingin menangis.

Patah hati milikku tidak mengenal kata selamat tinggal. Karena arti selamat tinggal di sini adalah tentang siapa yang tidak lagi kembali ke siapa. Dalam imajinasiku, berbagai kata manis, puisi, dan sajak darimu berputar menjadi sebuah pusaran kenangan yang tak mampu aku hentikan.

Aku percaya suatu detik nanti, kita akan dibiarkan lupa, lupa kejadian yang menurut kita paling menyakitkan dalam hidup. Tuhan tidak akan membiarkan hujan mengingatkan kita lagi pada seseorang itu. Justru hujan hadir melelehkan filantropi yang kita simpan rapat-rapat untuknya.

Tapi sebelum waktu itu datang, aku masih ingin menggedor jantungmu dan meneriakkan keras-keras kata rinduku, atau sekedar mengusap kaca berembun demi membentuk namamu. Walau kau tak pernah tau kenyataannya, pernyataan yang sebenarnya.

:')

Monday, January 25, 2016

Untuk kamu, Sahabat

Untukmu, para sahabatku.
Jika kelak kita sudah menemukan jalan kita masing-masing, ingatlah bahwa kita pernah menempuh sebuah jalan bersama.
Jalan yang penuh liku dengan tanjakan dan turunan juga dengan bebatuan dan air di sekitarnya.
Ingatlah bahwa jalan itu pernah kita lalui untuk melangkah bersama.

Untukmu, para sahabatku.
Jika kelak kita sudah menemukan orang yang akan menemani hidup kita masing-masing, ingatlah bahwa kita pernah saling menemani dalam jejak langkah kita.
Kita saling menemani dalam suka dan duka, dalam canda dan tawa, serta dalam susah dan lapang.
Kalian menemani ku dan aku pun menemani kalian.
Saat itu kita bersama merasakan dunia kita bersama.

Untukmu, para sahabatku.
Jika kelak kita menemukan kesulitan dalam hidup kita masing-masing, ingatlah bahwa kita juga pernah berusaha mendaki jurang cobaan selama kita bersama.
Kita mendakinya bukan hal yang mudah dan dapat terlewati dalam waktu yang singkat.
Akan tetapi kita bisa membuktikan bahwa kita bisa melaluinya.
Kita berhasil dan kita tersenyum setelahnya. Bila saat-saat seperti itu terulang kembali, ingatlah saat itu.
Yakinlah bahwa engkau bisa melaluinya.
Dan jika engkau tidak bisa melewatinya sendiri, berbagilah dengan ku.
Berbagilah agar engkau merasa ringan karena persahabatan kita tidak akan berakhir di sana.

Untukmu, para sahabatku.
Jika suatu saat kita terpisah jarak, ruang dan waktu, ingatlah jika kita pernah bersama dalam satu jarak, ruang dan waktu.
Saat itu kita benar-benar bahagia meskipun terkadang kita melewati banyak kerikil kehidupan yang membuat kita bertengkar tapi kita akan tetap tersenyum dan tertawa kembali pada akhirnya.

Untukmu, para sahabatku.
Aku sungguh bahagia bisa mengenal kalian.
Sungguh bangga bisa memiliki kalian sebagai sahabat.
Sebuah kehormatan bisa bersama kalian.
Persahabatan yang tak ternilai harganya pernah kita rajut bersama dan ku harap itu akan terus berlanjut sepanjang hidup kita.
Bila suatu saat aku melupakan kalian, tolong ingatkan aku tentang kalian, tentang kita.
Jangan biarkan aku melupakan kalian karena kalian juga pernah jadi bagian dari kisah hidup ku.
Aku menyayangi kalian dan ku harap akan terus menyayangi kalian sepanjang hidupku.

Untukmu, para sahabatku.
Terima kasih untuk kisah yang telah kita rajut selama ini.
Semoga rajutan itu masih terus berlanjut sepanjang hidup kita dan menghasilkan rajutan yang indah.
Rajutan itu akan kita kenang sepanjang hidup kita.
Terima kasih untuk kalian, para sahabat ku, yang telah menemani ku berbagi kisah dalam suka dan duka, sedih dan senang, serta sulit dan lapang.
Kalian adalah orang-orang terbaik yang dipilihkan Allah swt untuk menemani langkah ku.
Terima kasih. Aku menyayangi kalian.

*Jika sinar mentari adalah kemudahan hidup dan hujan adalah kesusahan hidup, kita butuh keduanya untuk membuat pelangi yang indah*

^^

Monday, January 18, 2016

Hampir Saja

Hampir saja
Pernah aku begitu bodohnya
Menaruh harap
Menyatakan debar

Dan tak akan aku sesali
Menghalau gejolak rasa
Yang belum mengalir, dan menganak
Lagi-lagi aku lebih kasihan pada diriku sendiri

Untung sekali aku saat ini
Karena tidak begitu lepas diri
Hampir saja

Wednesday, January 6, 2016

Dalam Diam, Mencintaimu

Malam ini, hampir semua orang Jakarta mengumpat kesal karena kecelakaan kereta di Stasiun Juanda. Kereta yang terguling hingga keluar rel itu menyebabkan kemacetan di mana-mana, menghasilkan umpatan di penjuru stasiun, dan aku ada dalam salah satu orang yang merasakan betapa Jakarta-ku tidak semenyenangkan Jogja-mu.
Aku memilih untuk menaiki salah satu ojeg berbasis online untuk menuju Depok dari Stasiun Tebet menuju meeting ketiga hari ini. Mungkin, kamu tidak akan pernah tahu, di tengah semerawutnya duniaku-- aku masih punya waktu untuk merindukanmu.Dengan sisa kekuatan yang aku punya, aku sampai di Margocity untuk melanjutkanmeeting buku selanjutnya.
Buku Mengais Masa Lalu segera terbit dan ada beberapa hal yang perlu dibicarakan dengan penerbitku. Pening akibat flu masih terasa begitu menusuk, aku pulang dengan menaiki taksi, dan tak lagi punya kuasa untuk menggerakan tubuhku. Di sepanjang jalan, aku mendengar suara gema takbir, yang mengingatkanku pada riuhnya suara takbir di Jogjakarta.
Aku ingin pulang dan lelah dengan semuanya. Meskipun aku selalu jatuh cinta pada pekerjaanku, tapi aku pun ingin tahu rasanya jatuh cinta dan tergila-gila pada seseorang sepertimu. Sekarang, aku terbaring lemah di ranjangku, dan hanya bisa membaca ulang percakapan kita beberapa hari yang lalu. Mungkin, kamu tidak akan pernah tahu, di tengah kelelahanku sebenarnya aku masih membutuhkanmu.
Kalau boleh jujur, aku sangat ingin ditenangkan oleh percakapan kita seperti beberapa hari yang lalu. Saat kamu menanyakan apa saja yang sudah aku makan, saat kamu menasehatiku banyak hal, saat kamu membuatku semakin merindukan Jogjakarta, saat kamu bercerita tentang pekerjaanmu hari ini, saat kamu selalu berhasil membuatku tertawa, dan saat kita masih dalam keadaan baik-baik saja.Aku tidak berkata bahwa saat ini kita tidak baik-baik saja, tapi bisakah kau menjawab apa yang terjadi di antara dua orang; yang sekarang tidak lagi saling menyapa ketika beberapa hari yang lalu mereka masih bisa tertawa dan bercanda?
Aku merindukanmu, merindukan percakapan kita hingga larut malam. Aku rindu diriku yang rela menunggumu hingga kamu selesai mengedit video dan pekerjaanmu. Aku rindu melihat ponselku hanya untuk membaca semua pesanmu. Aku rindu kebahagiaan kecil yang kau berikan padaku, kebahagiaan-kebahagiaan yang bahkan sulit untuk dijelaskan dan diartikan.
Aku jelas jatuh cinta, sayangnya (mungkin) kamu tidak merasakan perasaan yang sama.
Beberapa hari ini, aku menepis dan melawan keinginanku sendiri untuk tidak lagi mencari tahu tentangmu. Karena bagaimanapun aku menangis, mengeluh, bercerita di dunia maya, atau apapun itu-- tidak akan membuatmu paham dan mengerti.
Ada gadis yang diam-diam mencintaimu dan kamu ikut diam seribu bahasa seakan kamu tidak bisa membaca semua tanda. Maka, aku salah dalam segala, karena tidak berani mengungkapkan perasaanku, dan semua orang tentu menyalahkanku, menyalahkan keadaan, dan menyalahkan ketololanku karena rasanya terlalu cepat jika aku jatuh cinta padamu. Lalu, apa salahnya jatuh cinta pada orang yang baru kita kenali? Apakah aku berdosa karena mencintaimu meskipun perkenalan kita hanya sebataschat?Kamu tidak akan pernah tahu ini semua dan tidak akan pernah tahu betapa aku lemas melihat salah satu foto Instagram-mu dengan seorang perempuan.
Uh, iya, aku tahu, Fa-mu ini terlalu sering pakai perasaan. Aku paham bahwa aku bukan tipemu, astaga perempuan sepertiku yang gampang nangis ini tidak akan pernah cocok bersanding dengan pria sekuat kamu. Tidak akan pernah dan aku sangat sadar soal itu. Apalagi berhak cemburu? Aku tahu, aku tidak punya hak, tidak punya wewenang untuk mengaturmu berfoto dengan siapapun. Yang aku tahu, aku mencintaimu, dan biarlah ini menjadi rahasiaku, dan biarlah ini menjadi perasaan yang selamanya (mungkin) tidak akan pernah kautahu.
Jadi, biarkan Fa-mu tetap jadi perempuan yang selalu diam. Karena dari semua diam itulah yang membuat dia bisa menghasilkan banyak tulisan. Jadi, aku akan terus diam, menatapmu dari jauh, mendoakanmu dari sini. Aku akan sukses dengan ceritaku. Kamu akan sukses dengan duniamu. Dan, dunia kita tidak akan pernah bertemu di satu titik meskipun sama-sama berjalan beriringan.
Aku tahu, doa kita tidak akan pernah sama, aku mendoakanmu, kamu mendoakan entah. Tapi, percayalah, dari ribuan gadis yang memujamu, akan selalu ada aku yang berharap Tuhan selalu memelukmu dengan erat, seerat rinduku yang tidak pernah habis untukmu
Aku ingin tertidur sambil mendengarkan lagu band-mu yang teriak-teriak itu. Berharap bisa teriak bersamamu, di Jogjakarta, di pantai manapun, asal sambil menggenggam jemarimu.Dari Fa-mu,yang akan selalu diam-diam; mencintaimu.