Tuesday, April 21, 2015

Rasa dan Merasakan

Rasanya sama seperti tanggal 11 April kemarin.
Masih teringat dengan jelas.
Tidak berubah, begitu bahagia.
Ketika dia mampu menerbangkanku begitu jauh.
Malam ini pun dia berbuat demikian lagi.
Tapi apa pantas bahagia untuk alasan ini?
Untuk dia yang sudah...
Ah sudahlah.

Aku tahu aku akan sakit.
Apa aku salah?
Setelah apa yang aku perbuat.
Tidak, aku tidak salah.
Aku hanya merasakannya.
Jangan salahkan aku.
Aku korban disini,
Korban kecerobohanku.

Maaf karena merasakan itu.
Merasakan hal yang tidak seharusnya aku rasakan.
Aku begitu ceroboh, tidak hati-hati.

Terima kasih untuk membiarkanku merasakan.
Aku tidak tahu apa ini akan berlanjut seperti ini
Atau aku akan memberitahu dia tentang ini.
Entahlah.

Selamat malam kamu, penyuka susu hangat      ♡

Monday, April 20, 2015

Sayangku.

Sayangku: Perjumpaan mana kita 'kan bersua
Tak seperti orang asing di jalan raya
Namun suatu tempat yang pribadi dan menebarkan kehangatan
Jauh dari handai taulan dan tetangga yang penasaran.
Aku senang kita kan berkencan
Jumat malam ini sekitar pukul delapan
Kalau kau tak menyuksiku (maupun puisiku)
Kau tinggal bilang kau mengantuk kepadaku!

Sunday, April 5, 2015

Dengan Sederhana

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana :
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya debu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana :
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Saturday, April 4, 2015

Sajak Musim Gugur

Malam-malam berguguran.
Kenangan berguguran.
Hanya sajak ini yang tumbuh.

Kau selalu berdiri, ketika matahari mengoyak langit.
Ketika panas, mengoyak-ngoyak hidup!

Kau pernah ajak aku berjalan.
Melalui pagi dan senja, berbasah hujan.
Melalui kali. Luka dan suka mengalir di sana.
Tanpa jeda.

Bertahan! Kau harus bertahan.
Jangan gugur sebelum musim dingin tiba.
Ini kuberikan napasku!

Thursday, April 2, 2015

Menangislah, Kamu.

Tak bisa ungkap dengan kata apapun.

Ini memang sangat membosankan.

Ini begitu melelahkan.

Bahkan, ini sangat menjengkelkan.

Tubuh seakan beku dalam bongkahan es.

Membeku tidak tahu kapan akan mencair.

Yaa, itu benar.

Itu semua seperti sorot lampu panggung tanpa penonton.

Menerangi tubuh di dalam kegelapan.

Terdiam bisu tanpa senyum dan air mata.

Ini sangat menyedihkan.

Namun, ingatlah.

Kau tidak sendiri.

Kau tidak berdiri sendiri di kegelapan itu.

Teteskanlah air matamu jika hatimu merasa terisak.

Berteriaklah sepuasmu jika hatimu memanas.

Karena itu lebih baik ku lihat.

Dari pada kau terdiam kaku di bawah sorot lampu itu.

Bagai seorang tokoh tanpa dialog.