Monday, October 23, 2017

Di Mana Dulu Kita Bertemu

Di mana dulu kita bertemu?
Di jingga senja, jalan pada peta
Tak ternama, ketika kau letih
Memunguti jejak-jejak sendiri
Dan tiba-tiba merasa kehilangan
Segalanya, lalu kautemukan arah
Satu-satunya: Cahaya senyumnya
Menyentuh mata, memintamu ke sana.

Di mana dulu kita bertemu?
Di sepanjang kursi, pantai
Yang dirindukan ombak dipeluki angin,
Kau dan dia: bait kosong puisi
Minta diisi, lalu ikhlas melebur
Seluruh kata, menyusun bersama
Frasa-frasa, lalu engkau sendiri
Terperanjat waktu kembali mengejanya.

Di mana dulu kita bertemu?
Di mana? Pernahkah engkau mencatatnya,
Ketika seluruh kapal singgah bertambat,
Lalu menarik jauh ke negeri jauh dan cuaca teduh
Kau dan dia: sepasang nelayan
menjaring doa, membangun rumah
Kecil di dermaga dilabuhi badai reda.

Friday, October 20, 2017

Tak Terpaku Jarak dan Waktu

Sekejab hujan turun
Tak lekas hingga ku terbangun
kelam lamanya hari terasa menanti
Kala malam itu ku sendiri
Kenangan yang bertabur bintang
Terkenang selalu membayang
Walau kadang kita menanti
Hari yang berganti
Tak lekas membuat kita pergi
Kala itu cinta kita menjadi satu
Walau jarak dan waktu tak terpaku
Selama ku dapat menatapmu
Meski terbatas awanmu
Di mimpi ini kau selalu bersamaku

Friday, October 13, 2017

Hilangmu piluku

Seandainya
Mataharinya itu adalah rasa intimku dengan ayah
Aku tak tahu bagaimana
Menghadirkan kembali matahari itu
Satu-satunya matahari yang terbit kemarin
Telah ditelah gerhana
Berkepanjangan
Apakah ini cemburu?
Entahlah, aku tak tahu
Aku hanya merasakan rasa
Memilikiku terusik oleh seseorang
Yang seharusnya tak boleh
Mengganggu keintimanku dengan ayah
Tapi, aku tak bisa mencegahnya
Sorot langkahNya begitu yakin
Untuk mengambil ayah dari pelukanku
Jika memang aku harus
Membiarkanmu hilang
Tak apa
Piluku kini mungkin akan sirna
Nanti

Wednesday, October 4, 2017

Butuh Pergi

Seringkali, aku memang butuh pergi, menyendiri.

Bukan agar dicari.

Namun agar aku menemukan diriku sendiri.

Lebih dekat daripada sebelumnya.