Sunday, December 10, 2017

I’m Sorry I Don’t Remember You, Trauma Made Me Do It

I can’t remember shit. People, places, phone numbers, faces, names, historical facts, song lyrics, what I ate last night. Not a damn thing. 

I often feel like crap when someone comes up to me in an excited frenzy about running into me cause they haven’t seen me in so long, but I can’t/don’t match their energy because I have no idea who they are.

Sometimes I fake it. I pretend like I’ve just caught up with my long lost best friend — but my eyes never lie. As I’m jumping for joy with you, my eyes are still trying to process your face, remember our history together, or to simply remember your name. I never do. I’m sorry. 

Something happened to me after experiencing numerous accounts of traumatic events. I lost my memory. Some days, I’m able to recollect the specifics of a childhood memory, or recount the details of a television show I watched last night. Other days, I have zero recollection of meeting someone that I was just introduced to and partied with last week.

Not remembering people makes me look like an asshole. I know it must come off to people that have vivid memories of our relationship that I’ve gained a new snootiness since adulthood. That’s not it at all. I really can’t remember anything. It’s not limited to people. It’s events, places, directions, dates, whatever.

I have entire black spots in my memory that I’ve been trying desperately to recover.

I never recover those memories. Those black spots have made a home in my head, and I’m terrified that I’ll never remember. I’m terrified that it will only get worse as time goes on. I’m terrified that one day, I’ll forget the people that mean the most to me. 

Sorry I forgot who you are. Sorry I can’t remember your name, or about the time we spent an entire summer hanging out during track and field, or about that time I gave you a ride to school. I promise I’m not being fake.

I’m just fighting through trauma to regain my memory.

2017.12.07
Of Magic and Madnes. KV Thomson.

Tuesday, November 7, 2017

Rasa Yang Tak Lagi Sama

Pertemuan pertama setelah pengakuan dosa.
Ya, kita mengakui dosa.
Aku yang telah melakukan kesalahan
Dan kamu yang
Rasa yang tak lagi sama
Bukan, bukan aku.
Kamu.

Monday, October 23, 2017

Di Mana Dulu Kita Bertemu

Di mana dulu kita bertemu?
Di jingga senja, jalan pada peta
Tak ternama, ketika kau letih
Memunguti jejak-jejak sendiri
Dan tiba-tiba merasa kehilangan
Segalanya, lalu kautemukan arah
Satu-satunya: Cahaya senyumnya
Menyentuh mata, memintamu ke sana.

Di mana dulu kita bertemu?
Di sepanjang kursi, pantai
Yang dirindukan ombak dipeluki angin,
Kau dan dia: bait kosong puisi
Minta diisi, lalu ikhlas melebur
Seluruh kata, menyusun bersama
Frasa-frasa, lalu engkau sendiri
Terperanjat waktu kembali mengejanya.

Di mana dulu kita bertemu?
Di mana? Pernahkah engkau mencatatnya,
Ketika seluruh kapal singgah bertambat,
Lalu menarik jauh ke negeri jauh dan cuaca teduh
Kau dan dia: sepasang nelayan
menjaring doa, membangun rumah
Kecil di dermaga dilabuhi badai reda.

Friday, October 20, 2017

Tak Terpaku Jarak dan Waktu

Sekejab hujan turun
Tak lekas hingga ku terbangun
kelam lamanya hari terasa menanti
Kala malam itu ku sendiri
Kenangan yang bertabur bintang
Terkenang selalu membayang
Walau kadang kita menanti
Hari yang berganti
Tak lekas membuat kita pergi
Kala itu cinta kita menjadi satu
Walau jarak dan waktu tak terpaku
Selama ku dapat menatapmu
Meski terbatas awanmu
Di mimpi ini kau selalu bersamaku

Friday, October 13, 2017

Hilangmu piluku

Seandainya
Mataharinya itu adalah rasa intimku dengan ayah
Aku tak tahu bagaimana
Menghadirkan kembali matahari itu
Satu-satunya matahari yang terbit kemarin
Telah ditelah gerhana
Berkepanjangan
Apakah ini cemburu?
Entahlah, aku tak tahu
Aku hanya merasakan rasa
Memilikiku terusik oleh seseorang
Yang seharusnya tak boleh
Mengganggu keintimanku dengan ayah
Tapi, aku tak bisa mencegahnya
Sorot langkahNya begitu yakin
Untuk mengambil ayah dari pelukanku
Jika memang aku harus
Membiarkanmu hilang
Tak apa
Piluku kini mungkin akan sirna
Nanti

Wednesday, October 4, 2017

Butuh Pergi

Seringkali, aku memang butuh pergi, menyendiri.

Bukan agar dicari.

Namun agar aku menemukan diriku sendiri.

Lebih dekat daripada sebelumnya.

Wednesday, August 16, 2017

Mengisi Kekosongan

Seperti inilah, aku letakkan ranjang dalam dadamu.
Kujadikan ronggarongga sempit itu kamar cintaku.
Suatu hari nanti, akan berjejal lagu-lagu dan tangisan.
Rintihan kecil dan jeritan tiba-tiba, dan kau kirim ku ke tanah asing; dengan dentum dan suara angin napasmu.

Seperti inilah, aku letakkan tempat sampah dalam otakmu.
Kujadikan gumpalan zat itu sudut tak berguna.
Suatu hari nanti, akan berjejal entah apa.
Telah sesak ruang sempit itu oleh rencana-rencana dan bencana.

Tadi, kita telah berkhianat dengan cinta.
Kau ledakankan aku dengan zakarmu.
Ku letakkan ulat-ulat di sana.
Sampai saatnya nanti, siap memangkas daun hatimu.

Seperti inilah kita: merenda kemungkinan kemungkinan.
Suatu hari nanti -dalam otakmu, dalam dadamu, dalam perutmu- kutanami bangkai-bangkai ulat.
Suatu hari nanti, akan kau panen kupu-kupu.

1993.
Dorothea Rosa Herliany.

Wednesday, June 28, 2017

28 Juni 2017

Ketakutan semakin besar
Bahwa aku tidak bisa menentukan
Kegelisahan hati
Tersirat di wajah
Duduk terdiam, sendiri
Dan tidak ada jawab

Monday, June 19, 2017

Arah pulang

/1/.
Malam sembunyikan bintang

Aku kehilangan bayangbayang

Menuju arah pulang

/2/.
Angin kehabisan semilir

Tergellincir di tepi lidah nyinyir

Kau, satir, gegas kuusir singkir

/3/.
Embun mencari bening

Di antara celah batu berkeping

Rerumput beku bening

Thursday, May 18, 2017

It's just a bad day, not a bad life

Hari ini gue mau cerita tentang apa yang gue alami kemarin. Gue kerja di Konsultan QS, gue ditempatin di proyek daerah Senopati. Job desk gue? Bisa dibilang cukup gampang, cuma ngitungin duit orang, dan kadang gue ngasih berkas laporan ke ruang QS Owner.

Per tanggal 15 Mei kemarin, dapat info berhubungan dengan libur awal puasa, tanggal 18 Mei semua berkas harus sudah disubmit ke pusat. Gue sebagai manusia normal, gue shock banget nget nget nget. Gimana enggak shock, dalam waktu tiga hari kurang gue disuruh nyelesaiin semua berkas. Itu kerjaan gak cuma satu atau dua berkas doang, tapi puluhan atau bisa hampir mencapai ratusan. Setelah dapat kabar deathline itu, kantor project jadi hectic banget, ramai orang mondar-mandir, minta kerjaannya dibayarkan sebelum tanggal 19 Mei, meeting sana-sini, pusing semua, emosi semua.

Nah ceritanya kemarin tanggal 17 Mei, gue kerja dengan anggun dan elegan seperti biasa. Lancar tanpa hambatan walau pun dalam keadaan pusing. Habis makan siang, gue lanjut kerja lagi. Dan pukul 2 Siang, gue nganter berkas ke ruang QS Owner. Setelah beberapa kali pengecekan, berkas yang gue kasih diterima dan gue tinggal minta paraf tanda terima berkas yang gue kasih tadi.
Karena kondisinya ribet banget, bikin pusing semua orang, dan 'mungkin' gue lagi apes, gue kena omel sama Pak R selama dua jam dan itu pun dalam keadaan diri. Selamat, Fa! Padahal gue enggak ngelakuin salah apa pun. Sumpah pegel banget, capek dengerin dia ngomel-ngomel, ngedumel gak jelas gegara kerjaan.

Ceritanya, ada kontraktor yang salah buat laporan, dan laporannya dicek sama temen sekantor gue, mungkin karena ngejar deathline tanggal 18 Mei itu kali ya makanya ada yang salah, gue sih maklumin, enggak tau deh yang lain kkkk. Akhirnya Pak R ngomel-ngomel ke kontraktor by phone dan bolak-balik ke ruang gue buat ngomel-ngomel in temen gue itu dan gue dicuekin. Oke fine.

Setelah Pak R kembali ke mejanya, dan gue masih nangkring setia di sana, dan Pak R masih setia sama omelan-omelan dia. Gue, yang nunggu (dalam keadaan diri) dicuekin dan malah ikutan diomelin segala sampai jam 4 sore. Gue cuma butuh paraf doang, tapi perjuangannya masya Allah banget. Sumpah nguras energi banget nget nget nget.
Selesai dapat paraf, takut ditanyain kenapa muka gue cemberut gitu sama si bos, gue langsung keluar ruangan. Udah bad mood banget. Gak nafsu ngeliat tumpukan kertas. Nyari yang seger-seger di warung. Sekalian ngademin hati sama pikiran. Gue enggak terima aja sih, diomelin karena bukan kesalahan gue dan itu pun lama, diri pula. Padahal kerjaan gue lagi dikejar-kejar, tapi ah sudahlah, gue paham posisi Pak R yang pusing mikirin semua kontraktor, maklumin aja.
Oke, gue balik ke ruangan satu jam setelah gue ngademin hati. Balik jadi anggun dan elegan lagi di depan komputer, ketak-ketik sampai jam delapan malam, gue beserta tim diajak makan sama si bos dan lo tau apa yang gue alami? Gue dapat notif di Instagr*m dari 'yang katanya' temen gue, isinya makian cacian, padahal gue temenan sama dia udah kurang lebih sembilan tahun. Bayangin coba? Gak habis kesabaran diomelin sama Pak R, sekarang dari 'yang katanya' temen gue. Sumpah, capek hati banget nget nget. Sedih, cuma gegara hal sepele doang, bikin gue berantem gak jelas. Iya, mungkin gue yang salah.

Masih makan bareng Tim, gregetan sama komennya, gue akhirnya perang bacot di chat dm instagr*m, gue capek, gue pengen teriak, enggak kuat nahan, mau nangis rasanya, malu kali ya gue nangis di depan orang kantor gue, akhirnya gue nelpon temen gue, Gina. Gue cerita, gue kesel, gue nangis, enggak tau gue mesti ngomong apa. Gina coba nenangin gue, bukan cuma gue doang sih, ke 'yang katanya' temen gue juga. Entahlah mau ke mana hubungan kita. *prikitiiiiiw

Gue balik ke tempat duduk dan kembali makan dengan khimat. Enggak lama dari selesai makan bareng Tim, gue pamit pulang, mengingat hari makin malam. Sampai lah gue di rumah jam setengah 11, gue lupa kalau gue di rumah cuma ada gue sendiri. Orang rumah lagi berlibur ke Puncak, ada acara gitu. Gue sendirian di rumah, anteng, sembari nonton drama Korea kesukaan gue, baru juga ngasoh setengah jam, listrik di rumah gue mati. Gue panik, baterai hape gue sekarat, tinggal lima persen. Mau beli token listrik, enggak ada motor. Alhasil, gue nelpon temen-temen gue yang rumahnya deket. Yang ngangkat telpon gue cuma Gina, gue bilang gue mau nginep di rumah dia, dia bilang oke.

Sepuluh menit kemudian, gue meluncur ke rumahnya Gina naik gojek, sekitar jam setengah dua belas malam gue sampe rumahnya. Gue telpon, gak diangkat, gue wasap, cuma ceklis satu. Gue mikir, hapenya mati kali ya, terus Gina udah tidur. Gue tambah panik. Gue mau ke mana jam segini, tengah malam.

Gue berdiri di depan rumah Gina. Enggak jauh gue berdiri banyak cowok yang nongkrong gitaran, gue takut, tambah tambah panik. Gina tak kunjung datang. Akhirnya gue mutusin buat nelpon temen-temen gue 'lagi' yang sekiranya jam dua belas malam belum tidur, beberapa orang gue telpon, gue wasap, tapi cuma satu yang ngangkat telpon gue, Ishak namanya. Temen STM gue. Pacarnya temen gue juga.

Gue sedikit lega karena ada yang bisa gue ajak omong, gue minta jemput, gue nangis, ya mungkin gue udah capek sama yang gue alami seharian ini, dan doi enggak tau kenapa gue nangis, doi panik. Gue beridir di pinggir jalan kayak orang bener. Selang lima belas menit, doi sampai di tempat janjian jemput gue. Gue diomelin sama doi, "lo bego banget sih jam segini masih di luar, lo kenapa?', oke, kalimat dia mungkin sedikit kasar, tapi gue seneng. Karena gue enggak sanggup berbohong *asik wkwkwk* akhirnya gue cerita ke doi. Makin diomelin gue, tapi ya udahlah toh udah ada Ishak ini pikir gue.

Singkat cerita gue, gue minta anterin beli token listrik, tapi mengingat jam setengah satu pagi jarang ada yang buka, doi coba beli pakai online. Dapet juga akhirnya tokennya. Yes! gue bahagia. Bisa tenang juga gue tidur, pikir gue. Gue berterima-kasih banget sama Ishak, udah mau repot jemput gue :')

Dan sebelum gue tidur, gue cek hape, dan ternyata telpon, wasap, sms dari Gina banyak banget. Yaampun :"(
Dia belum tidur ternyata, nungguin gue. Gegara sinyal enggak jelas, jadi miskomunikasi. Gue diomelin sama Gina. Oke fix, gue diomelin seharian ini. Gue coba terima semua cacian hari itu, gue pikir 'mungkin ini Its just a bad day, not a bad life, Semangat, Pat'.

Dan hari ini gue kembali normal, melanjutkan keseharian gue~


Saturday, April 29, 2017

Semi kembali

Entahlah.
Sepagi ini mentari menggoda
Bersama kicau kau bermanja
Dalam hati aku merindu mendamba
Mengulang hari yang sama
Semi kembali.
Seruni seperti melati
Kau ciumi tiada henti
Masih pagi.
Suara mu terdengar lagi
Seperti mimpi berlari
Sedekat tanyamu menuju jawabku

2017.10.16.  05.31
Jakarta tempo hari.






Saturday, February 18, 2017

How To Forgive

Forgiveness is

Taking the knife out your own back

And not using it

To hurt anyone else

No matter what