Friday, November 27, 2015

Teruntuk Tidurmu

Selamat malam.
Ini surat yang ku tulis untuk tidurmu malam ini. Agar di sementara kau tertidur, aku masih bisa menutur rasa padamu. Menghabiskan terjaganya mataku, demi masih menumpuk rindu yang tumbuhnya tidak kira-kira.
Mas,
Jika pernah terbesit di pikirmu, tentang mengapa begitu keras kepalanya aku. Mengapa ada aku yang masih memasung diri di cinta yang bahkan kau sendiri tak tahu ingin meletakkannya di mana.
Biar ku beri tahu rahasia kecilku, aku ini bukanlah perempuan cantik yang bisa menyenangkan hatimu, tidak juga memiliki hati malaikat yang menyejukkanmu, tidak cerdas hingga bisa membuatmu terkagum, tidak pula memiliki banyak hal hingga tak bisa memberimu sedikitpun.
Tak ada hal apapun yang seharusnya membuatku begitu percaya diri untuk di sana, berdiri di sisimu sebagai seseorangku. Namun tahukah rahasia kecil itu? Rahasia hati yang menidurkan rasa tahu diriku? Ini adalah tentang ‘perasaan’, sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan harga atau ukuran.
Hmm iya, hingga bila kau ingin aku melunak, dan segera beranjak dari hidupmu. Hanya beritahuku perasaanmu sebagaimana panjangnya waktu yang kita lewati, kurasa ia sudah cukup detail menjelaskan perasaanku, bukan?
Rahasia kecil itu hanya sebuah ‘pengakuan’, cukup katakan balasan hatimu padaku. Sesakit apapun kemudian untukku, percayalah sebesar apapun aku mencintaimu. Cinta akan tetap memilih kebahagiaanmu.
Namun jika cinta ternyata tak menepuk angin, apakah kau masih tak mempercayaiku bahwa apapun itu aku akan selalu di sisimu?
Ah benar, cinta hanyalah perasaan-perasaan yang bisa berubah kapanpun tanpa kita tahu. Ia rapuh, seperti gelas kaca yang sekali jatuh akan pecah berkeping. Dan iya, cintaku memang tidaklah sejati. Namun jika ada perempuan yang perasaannya berubah setiap waktu hanya menjadi semakin besar, dan walau berkali jatuh hingga pecah oleh pengabaian ia tetap berdiri di sana.
Bolehkah ku katakan, kini perempuan itu adalah aku? :’)
Lelaki yang kucinta.
Selamat melelapkan lelahmu.

Tuesday, November 3, 2015

November Rain - GUNS N ROSES

When I look into your eyes
I can see a love restrained
But darlin' when I hold you
Don't you know I feel the same

'Cause nothin' lasts forever
And we both know hearts can change
And it's hard to hold a candle
In the cold November rain

We've been through this such a long long time
Just tryin' to kill the pain

But lovers always come and lovers always go
And no one's really sure who's lettin' go today
Walking away

If we could take the time
To lay it on the line
I could rest my head
Just knowin' that you were mine
All mine
So if you want to love me
Then darlin' don't refrain
Or I'll just end up walkin'
In the cold November rain

Do you need some time...on your own
Do you need some time...all alone
Everybody needs some time... on their own
Don't you know you need some time...all alone

I know it's hard to keep an open heart
When even friends seem out to harm you
But if you could heal a broken heart
Wouldn't time be out to charm you

Sometimes I need some time...on my own
Sometimes I need some time...all alone
Everybody needs some time... on their own
Don't you know you need some time...all alone

And when your fears subside
And shadows still remain
I know that you can love me
When there's no one left to blame
So never mind the darkness
We still can find a way
'Cause nothin' lasts forever
Even cold November rain

Don't ya think that you need somebody
Don't ya think that you need someone
Everybody needs somebody
You're not the only one
You're not the only one

Saturday, October 17, 2015

Just The Way You Are

I love you just the way you are

Together my dear we go far
How far?
As far as any star
We use our hearts we need no car
Open your heart, your love bazar
Let your joy light out of your jar
Through your heart you go very far
I love you just the way you are.

Tuesday, October 13, 2015

Seribu Salam Rindu Untukmu

Hai, ayah.
Sudah sekian lama kita tak berjumpa, apa kabar kau di sana?
Ayah, Apa kau ingat hari apa ini?
Hari ini, adalah hari ulang tahunmu.
Dan pada hari ini, aku menemuimu kembali, ayah.
Lewat goresan pena yang senantiasa mengukir setiap kata rindu ku padamu.

Ayah,
Apakah kau mendengar angin yang membawa seribu pesan untukmu dariku?
Apakah kau melihat ribuan bintang yang melukiskan betapa besar kerinduanku padamu?

Ayah,
Masih bisa kuingat tatapan lembut dalam bingkai yang mengantarku ke masa lalu
Melintas bayang ke saat itu.
Saat kau terbaring lemah, saat kau sabar menghadapi lara meski dengan nafas yang tersisa.
Duka yang kau simpan, lebur dalam senyuman.
Kau yang tegar melawan pilu, meski maut menantimu.
Melewati detik yang menghatam harapan
Dimana saat jeritan tangis menjadi irama yang mengiringi kepergianmu.

Hari ini, mata kembali tidak dapat membendung linangannya
Selaras detik demi detik berjalan, sejalan dengan menit demi menit yang terus berlalu, seiring dengan jam demi jam yang terus bergulir, seirama dengan waktu yang terus menunjukkan kekejamannya, tanpa terasa sudah hampir tujuh tahun berlalu.

Ayah,
Sejak kepergianmu, hari-hariku terasa begitu sepi
Dan hatiku masih sangat merindukanmu, ayah.
Perkataanmu saat detik-detik kepergianmu masih terngiang di telinga ini.
Terayun lemah ruas jemariku saat menggores sketsamu di anganku.

Ayah,
Mengukir wajahmu itu terasa sulit bagiku
Karena telah banyak waktu yang terlewati tanpa kehadiran sosokmu.
Namun keberadaan kisahmu selalu bersemayam di lubuk hatiku.
Tentang rentang waktu kisah perjalanan hidupmu, membuatku selalu ingin merindukanmu.
Tapi entah harus bagaimana aku menyampaikan kehampaan jiwaku tanpamu.

Ayah,
Mungkin di dunia ini kau telah tiada, tapi di dalam hatiku kau takkan pernah sirna.
Walaupun kau telah meninggalkanku, tapi semangat dan doamu masih bisa kurasakan.

Ayah,
Rindu ini untukmu.
Jangan pernah merasa kesepian, doaku kan selalu menemanimu.
Selamat jalan ayah.
Semoga kau tenang di sana.
Tetap lah tersenyum di samping-Nya.

Ayah,
Hari ini ulangtahunmu.
Entah apa yang bisa aku berikan padamu,
Aku tak tahu.
Ada hal-hal lain yang pasti tak pernah terlupakan, belum sempat lagi aku meminta maaf atas segala salah
Aku yang kadang tak peduli dengan kabarmu.
Aku yang juga hampir tak pernah mengikuti apa yang kau inginkan.

Ayah,
Aku tak bisa menggantikan apa yang kau miliki, aku tak bisa mengubah apa yang aku miliki sebagai dirimu.
Sebenarnya aku belum siap, dan mungkin takkan pernah siap.
Maafkan aku karena tetap tidak bisa memberikan apapun bagimu.

Selamat ulang tahun, 13 Oktober Ayah :’)

Monday, October 12, 2015

10 Things I Hate About You


I hate the way you talk to me
and the way you cut your hair.

I hate the way you left me here,
I hate it when you stare.

I hate the way you pretend to care
and the way you read my mind.

I hate you so much it makes me sick
it even makes me rhyme.

I hate the way you’re always right,
I hate it when you lie.

I hate it when you make me laugh
even worse when you make me cry

I hate it that you’re not around
and the fact that you didn’t call.

But mostly I hate the way I don’t hate you
not even close, not even a little bit, not even any at all.

(Movie’s poem of 10 Things I Hate About You)

Wednesday, October 7, 2015

Saat Hujan Terhidang.


Renta mulai memoles warna awan, sedikit demi sedikit dan perlahan abu-abu pun menyaru gelap kecoklatan. Berat, tak kuasa mengangkat. Akhirnya luruh sebagai titik air yang menawarkan genggam pada angin semilir untuk berdansa lekat bersama lembap udara pengap. Menampilkan sajian hidangan lezat menggiurkan pada wanginya tanah, emperan basah dan riuh teduh manusia penuh sumpah serapah.

ah langit setelah sekian lama
kau muntahkan juga tangis
tapi kenapa aku tak lagi bisa
nikmat mengunyah gerimis

Sebentar kemudian kecoklatan mulai memendar tapi bukan untuk pudar, melainkan semakin hitam gelap menyergap. Parade barisan sudah dijalankan menyandang genderang menalukan guntur, runtuh menggemuruh. Keras alunannya terlampau beringas memaksa kilat untuk bekerja penuh semangat. Simfoni apik menggiring tarian air ditimpal semrawut angin bertiup. Menggelar pertunjukan liar pada panas aspal yang menguar, tatap manusia nanar berhimpit di bawah selembar terpal dan sunyi trotoar.

ternyata.. 
rintik yang ingin kutelan
masih saja hanya
menyisakan
dingin

Sunday, October 4, 2015

Bolehkah?

Kini kita menjadi penikmat rindu
Membiarkan waktu di sela-sela kita berlari jauh, lalu mundur, dan jauh kembali.
Seakan mempermainkan perasaan kita.
Tapi ternyata hal itu kemudian semakin meyakini kita, sejauh apapun jarak dan waktu, menutup kisah kita rindu selalu saja ada di sana.
Membiarkan dirinya terbangun oleh rasa sayang dan takut kehilangan.
Sama seperti matahari yang berputar, mendekat di pagi hari, lalu menjauh di sore hari.
Sama seperti bunga yang mekar di pagi hari, lalu sayup di sore hari.
Lalu seperti apakah kita?
Yang terus merindu, membiarkan jarak dan waktu menjadi pupuk terbaik kisah kita.
Dan saat ini, kita telah bertemu kembali.
Sama seperti matahari dan bunga di pagi hari.
Sebelum tenggelam, sebelum sayup lagi.
Bolehkah kita memulai kisah ini lagi?
Biarkan aku menemanimu menikmati terbit dan tenggelamnya matahari, menikmati mekar dan sayupnya bunga bersama-sama.
Bolehkah?
Bolehkah kita mulai kisah ini lagi?

Tuesday, September 29, 2015

Bukan Karena Kita Berbeda

Ini refleksi dari jalan yang tak pernah kupilih, jawaban atas sebagian teka teki dan misteri takdir pelipur segala gelisah dan keraguan.

Ini juga pesan untuk para petarung, para ksatria, para panglima, para pengabdi negeri berjuluk jamrud khatulistiwa, yang telah terlalu lama terus dijarah dan dimiskinkan.

Langitlah yang memilih jalan untuk kita, bukan karena kita berbeda, tapi karena kita dipilih. Arahkan kemana saja langkahmu, niscaya kita akan kembali ke jalan yang sama.

Upayakanlah apa saja untuk pergi menjauh dan pusaran takdir akan menarikmu kembali. Hingga di ujung pencarian kita, hanya ada satu jalan membentang, penuh aral, kerikil, bebatuan, onak dan duri.

Kita tahu lelah dan sepi akan meraja di sepanjang jalan itu. Tidak perlu bersedih atau takut. Itulah jalan kita dan langit yang memilihnya. Sekali lagi, bukan karena kita berbeda, tapi karena kita dipilih.

Pernahkah kita bertemu dan bercengkerama dengan jiwa-jiwa suci di mimpi dan sadar kita? Pernahkan kita mendengar sungai, laut, awan, mentari, gunung, hutan belantara, angin, batu dan daun memanggil jiwa jiwa kita dengan bahasa yang sama? Pernahkah kita kehilangan seluruh indera kita dan seluruh alam berhenti lalu kemudian kita mulai mendengar, melihat, mencium dan mengecap dengan indera jiwa-jiwa kita?

Pernahkah kita menemukan kita sanggup melakukan suatu hal yang kita tidak pernah memikirkannya? Pernahkah langit menenangkan jiwa jiwa kita dengan semburat kuning yang begitu megah? Pernahkah kita memahami seluruh alam terhubung dan mendengarkan? Pernahkan kita merasa begitu ringan dan menyadari potensi-potensi kita yang tak berbatas?

Dan itulah jalan kita, jalan yang tak pernah kita pilih.
Bukan karena kita berbeda, tapi karena kita di pilih.
O, jiwa-jiwa yang dekat, aku menunggu.
Disatu titik waktu singgah kita yang begitu singkat.

Thursday, September 17, 2015

I Miss You, IMU



Kamu,
Satu kata yang bisa menjelaskan dengan siapa aku bersandar saat ini.
Seorang lelaki perkasa yang belum lama aku kenal.
Pertemuan singkat kita berujung kesepakatan untuk mencari tujuan bersama.
Dalam dua bulan terakhir ini, hari – hariku berubah.
Menjadi lebih cerah, ada perasaan bahagia.
Tapi tidak menutup kemungkinan kita berselisih paham.
Adalah hal lumrah ketika berselisih paham antar kita.
Hanya saja “sukai apa yang kamu suka. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan. I’ll do the same.
Bukan, bukan karena aku pendendam.
Tapi karena aku tidak ingin memusingkan hal itu, berjalan saja dengan apa yang seharusnya.
Bukan berarti diam tanda tidak mengetahui.
Hanya memberi sedikit ruang agar masing-masing kita bisa leluasa bernapas.
Karena yang terpenting bukan seerat apa kita bisa memegang tangan atau sedekat apa kita untuk bisa selalu bersama.
Bukan berjanji untuk tidak saling menyakiti, tapi berjanji untuk bertahan bersama ketika salah satu dari kita tersakiti.
Cukup kita saling menjaga dan percaya.
I Miss You, IMU.

Because It Was You, That You Lost Me



The days I thought I couldn’t live without you.
I thought maybe if I go a few days without talking to you, maybe you’d miss me.
Maybe you’d come calling me for me.
I’d leave time and time again but I never witnessed the fight I expected.
What I received was silence.
Silence.
No words.
No signs.
Nothing.
I used to think that maybe I didn’t give you what you wanted and that’s why you ran from me.
Maybe you wanted me to show you affection like all the other girls did.
And I did, but to an extent.
I respected you for that, but I never respected you for the way you treated me.
I refused to put a label on what we both knew was ‘love’.
Was it love if what I wanted us to be never crossed your mind at all?
If four years taught me anything, it was that time allows you to understand who you have become and what you deserve.
For years I thought without you, there was no me.
But I was so wrong.
All the words you wasted on me and all the signs you refused to see.
Even when I tried so hard to walk away, you played the perfect game and you pulled me back.
And then the days came when you began trying to win the heart you’d already broken.
It was me that put the pieces back together again.
I pitied you for a while but not for the reasons I should have.
And then I realized I needed to stop blaming myself.
Apart from my naivety, it was you all along.
I was sad because I thought I lost you, but I learn not long ago, maybe deep down I was sad for you because it was you that lost me.

Somewhere on Earth

Feel like you’re far away

You’re in the glass tower and I look at you from the distance

Could we be like this another day more?

We know we belong together but in absence of a piece of sweet smile

Tears fall from the eyes of sadness and loneliness

I’ like a stranger riding a while horse in the middle of nowhere

Have you in my mind but you’re not beside me

Have you in my soul but I could not hold you

Not even your shadow

I’m lost in the cloud

Losing for the sun

I’m lost in my dream

Wishing me back another morning

Surat Cinta



Jakarta, 15 Juni

                Gemetar tanganku, berontak hatiku, bimbang perasaanku, maafkan aku yang tak sanggup untuk menyatakan langsung kepadamu. Aku hanya mampu menulis semua yang aku rasa kepadamu. Banyak yang ingin aku sampaikan padamu, namun setelah ku memegang pena ini hilang akalku namun hatiku berontak untuk menulis. Maafkan aku, Senja. Aku mencurahkan isi hati ini, aku kirimkan surat ini tak meminta untuk di balas hanya untuk memberitahumu apa yang ku rasa selama ini.

                Pertama, saat hari Jumat 29 May. Aku tak sanggup menahan bahagia saat kau memintaku untuk mengajak jalan-jalan menikmati malamnya Jakarta, sampailah kita di Dermaga Utara kota Jakarta. Masih ku ingat tatapanmu dan masih terlintas dipikiranku senyuman khas dari bibirmu yang selalu menatapku bahagia, kau ungkapkan apa yang kau rasa, kau peluk aku manja dan kau rangkul aku dengan rasa yang ada, kau bilang kau bahagia bisa kembali jalan bersamaku, kau tahu apa yang ku rasa saat kau ucapkan itu? Aku pun sama, memiliki rasa bahagia itu. Tujuh jam bersamamu menikmati kemesraan yang tercipta secara alami, membuatku kembali merasakan jatuh cinta yang selama ini hilang. Kau kembali dengan mudah masuk dihatiku, wanita empat tahun lalu yang hilang dalam hidupku, seakan wanita itu kembali datang untuk mengisi  separuh jiwaku yang empat tahun lalu hilang terbawa kenangan yang ada. Kau membuka harapanku, kau menghidupkan lagi gairah cinta yang belum pernah aku rasakan layaknya saat bersamamu dahulu. Masih terasa di tubuh ini, hangat pelukanmu dan nyaman berada didekapmu sambil kau bisikan bahwa kau masih menyayangiku, aku pun sama merasakan itu pula. Tak terasa pagi pun tiba, sebagai lelaki yang dewasa ku antar kau pulang, di sepanjang perjalanan kau terus memelukku erat seakan tak ingin menghabiskan hari ini dengan perpisahan.

                Kedua, saat hari Minggu 31 May. Aku memintamu menemani aku untuk menghadiri pesta pernikahan teman kita sendiri. Kau tahu apa yang ku rasa saat itu? Aku bahagia, benar – benar bahagia. Aku gugup saat perjalanan, lidahku terasa berat untuk memulai percakapan, dalam hati aku merasakan aku masih mencintai kamu, aku ingin kau selalu ada untukku, aku tak ingin kau kembali hilang dalam dekapanku. Sesampainya di pesta pernikahan teman kita, tak banyak percakapan yang terjadi di antara kita, kau bersenda gurau dengan teman – teman lamamu dan aku menikmati rokok yang ada di saku kemejaku sambil memandangimu yang bahagia bertemu dengan sahabat – sahabat lamamu. Aku tak bisa membohongi diriku bahwa saya mencintai kamu, biarlah hati kita sama – sama dirahmati Tuhan, menempuh segala resiko yang akan mengancam kita. Senja… kau kembalikan jiwaku, kau izinkan aku untuk hidup kembali, terima kasih Senja. Sampailah di akhir pesta pernikahan, ku antar kau pulang namun bukan rumahmu yang kita tuju, melainkan sisi sungai di sudut timur Jakarta. Sambil menikmati sop buah dan kopi hitam yang di pesan kau kembali memberikanku senyuman sambil menenderkan kepala ke pundakku, kau bisikan kalimat bahwa kau masih mencintaiku, masih menyayangiku. Kembali aku gengam tangamu dan berusaha meyakinimu bahwa aku juga masih menyayangimu, masih mencintaimu dan hatiku masih untukmu. Tak hanya sekedar itu, saat ingin pulag tanpa sepengetahuanku ban motorku bocor dank au sudi berjalan kaki menemaniku untuk mendorong motor. Aku tak peduli pada pandangan orang sekitarkarena aku menikmati saat – saat bersamamu. Dan tibalah waktunya untuk mengantarkanmu pulang dan selalu diakhiri dengan ciuman dan pelukanmu sebagai tanda perpisahan kita malam itu.

                Dua hari bersamamu membuatku merasakan kembali jatuh cinta kepada satu sosok wanita yang empat tahun lalu hilang. Hatiku berontak, pikiranku kacau, karena aku tak bisa membohongi perasaanku bahwa AKU MASIH MENCINTAIMU.

                Ketiga, kemesraan kita berlanjut pada hari Selasa 2 Juni. Menikmati perjalanan kereta untuk pergi menikmati alamnya kota Bogor, genggaman tanganmu yang sepanjang perjalanan ada di genggamanku merasakan betapa bahagianya aku kala bisa berjalan-jalan setelah empat tahun yang lalu tidak pernah kita lalu. Sampai di suatu sore kita pulang ke Jakarta, berlanjut untuk menonton yang tak pernah kita alami sewaktu kita masih berpacaran, kecupan manis yang mendarat di pipi kananku dan genggaman erat dari tanganmu membuatku semakin jatuh cinta terhadapmu. Waktu berlalu seakan begitu cepat sebagai lelaki yang bertanggung – jawab ku antar kau sampai di rumah dan seperti biasa pelukanmu dan ciumanmumenandakan akhirnya perjalanan kita hari itu!

                Maafkan aku apabila aku tidak pandai membuat tulisan layaknya tulisanmu yang terpampang rapi di blogmu. Aku menulis sesuai yang aku rasakan di hati. Hanya kamu seorang wanita yang mampu membuatku galau. Begitu banyak kenangan manis yang sudah kita lalui tepatnya dari tahun 2009 sampai 2011.

                Rabu, 3 Juni. Kau mengingatkanku bahwa dompetmu tertinggal di tasku, tanpa pikir panjang malamnya aku ke rumahmu dan yang membuatku senang yaitu mama kamu. Mamamu menanyakan “kapan orang tuamu mau main ke rumah, Ooo?” aku hanya bisa tersenyum, hatiku senang, hatiku bahagia, dan dalam hati aku bersorak bergembira. Karena esoknya kamu dan keluargamu akan ke Bali selama satu minggu, aku pun berkata padamu “liburannya jangan lama – lama ya. Ada yang nungguin kamu di sini” dan jawabanmu “terima kasih ya. Sudah mau menunggu”. Sampailah pada jam 22:30 dan waktunya aku harus pulang dan sama seperti biasanya kau memberikanku ciuman dan pelukan terhadapku.

                Kau memberikanku harapan, kau memberikanku ruang. Kamu harus tahu melalui tulisan ini aku berkata jujur terhadapmu, ada sesuatu yang belum aku beritahu ke kamu. Selama satu minggu aku menunggu kamu dan selama satu minggu itu aku berusaha memohon kepada emak dan bapak supaya perjodohan ini dibatalkan, sampai akhirnya bapak menyetujuinya untuk membatalkan perjodohan ini. Pada saat itu harapanku terbuka lebar untuk melanjutkan kisah kita ke arah yang lebih serius.

                Tetapi harapanku musnah, hari Sabtu aku begitu semangat kuliah hanya untuk bertemu denganmu. Namun sesampainya aku di warung kopi tempat biasa kita berkumpul, aku mendapat kabar yang membuat hati ini hancur, bahwa Jumat malamnya kamu di antar dan di jemput pria lainyang kabarnya itu pacar barumu. Aku kaget, aku tidak percaya dengan itu semua, tapi kesaksian dari tiga orang yang membuatku bisa percaya bahwa kamu sudah punya kekasih baru. Harapanku hancur, harapanku musnah, hatiku hancur berkeping – keping tak tahu kenapa ini semua bisa terjadi. Begitu cepat kau berpaling ke pria lain. Tanpa pikir panjang menelpon temanku untuk pergi ke Bandung hanya untuk menenangkan pikiran dan batinku yang kacau menerima kenyataan ini.

                Kejadian empat tahun lalu terulang, hatiku kembali hancur, harapanku kembali musnah dan aku kembali ke titik dasar kegalauan. Aku mencintaimu, aku menyayangimu tulus dari hati. Sebagai lelaki yang dewasa, aku berusaha mengikhlaskanmu asal kamu bahagia dengan pilihanmu. Semoga ini adalah pilihan terbaikmu, semoga lelaki yang kau pilih mampu menjadikanmu wanita yang baik dalam berbagai hal. Aku menulis surat ini karena aku tidak sanggup, aku tidak kuat berkata dhadapanmu. Nyaliku kembali ciut, hati ini kembali terjatuh dan terluka karena hilang sudah harapanku.

                Sepertinya aku kembali tidak sanggup untuk berhadapan denganmu lagi, semoga hubungan kamu baik – baik saja dan bisa awet dan langgeng, semoga ini pilihan terbaikmu. Kamu harus tahu satu hal, “HATIKU MASIH UNTUK KAMU”.



Ooo