Tuesday, September 29, 2015

Bukan Karena Kita Berbeda

Ini refleksi dari jalan yang tak pernah kupilih, jawaban atas sebagian teka teki dan misteri takdir pelipur segala gelisah dan keraguan.

Ini juga pesan untuk para petarung, para ksatria, para panglima, para pengabdi negeri berjuluk jamrud khatulistiwa, yang telah terlalu lama terus dijarah dan dimiskinkan.

Langitlah yang memilih jalan untuk kita, bukan karena kita berbeda, tapi karena kita dipilih. Arahkan kemana saja langkahmu, niscaya kita akan kembali ke jalan yang sama.

Upayakanlah apa saja untuk pergi menjauh dan pusaran takdir akan menarikmu kembali. Hingga di ujung pencarian kita, hanya ada satu jalan membentang, penuh aral, kerikil, bebatuan, onak dan duri.

Kita tahu lelah dan sepi akan meraja di sepanjang jalan itu. Tidak perlu bersedih atau takut. Itulah jalan kita dan langit yang memilihnya. Sekali lagi, bukan karena kita berbeda, tapi karena kita dipilih.

Pernahkah kita bertemu dan bercengkerama dengan jiwa-jiwa suci di mimpi dan sadar kita? Pernahkan kita mendengar sungai, laut, awan, mentari, gunung, hutan belantara, angin, batu dan daun memanggil jiwa jiwa kita dengan bahasa yang sama? Pernahkah kita kehilangan seluruh indera kita dan seluruh alam berhenti lalu kemudian kita mulai mendengar, melihat, mencium dan mengecap dengan indera jiwa-jiwa kita?

Pernahkah kita menemukan kita sanggup melakukan suatu hal yang kita tidak pernah memikirkannya? Pernahkah langit menenangkan jiwa jiwa kita dengan semburat kuning yang begitu megah? Pernahkah kita memahami seluruh alam terhubung dan mendengarkan? Pernahkan kita merasa begitu ringan dan menyadari potensi-potensi kita yang tak berbatas?

Dan itulah jalan kita, jalan yang tak pernah kita pilih.
Bukan karena kita berbeda, tapi karena kita di pilih.
O, jiwa-jiwa yang dekat, aku menunggu.
Disatu titik waktu singgah kita yang begitu singkat.

Thursday, September 17, 2015

I Miss You, IMU



Kamu,
Satu kata yang bisa menjelaskan dengan siapa aku bersandar saat ini.
Seorang lelaki perkasa yang belum lama aku kenal.
Pertemuan singkat kita berujung kesepakatan untuk mencari tujuan bersama.
Dalam dua bulan terakhir ini, hari – hariku berubah.
Menjadi lebih cerah, ada perasaan bahagia.
Tapi tidak menutup kemungkinan kita berselisih paham.
Adalah hal lumrah ketika berselisih paham antar kita.
Hanya saja “sukai apa yang kamu suka. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan. I’ll do the same.
Bukan, bukan karena aku pendendam.
Tapi karena aku tidak ingin memusingkan hal itu, berjalan saja dengan apa yang seharusnya.
Bukan berarti diam tanda tidak mengetahui.
Hanya memberi sedikit ruang agar masing-masing kita bisa leluasa bernapas.
Karena yang terpenting bukan seerat apa kita bisa memegang tangan atau sedekat apa kita untuk bisa selalu bersama.
Bukan berjanji untuk tidak saling menyakiti, tapi berjanji untuk bertahan bersama ketika salah satu dari kita tersakiti.
Cukup kita saling menjaga dan percaya.
I Miss You, IMU.

Because It Was You, That You Lost Me



The days I thought I couldn’t live without you.
I thought maybe if I go a few days without talking to you, maybe you’d miss me.
Maybe you’d come calling me for me.
I’d leave time and time again but I never witnessed the fight I expected.
What I received was silence.
Silence.
No words.
No signs.
Nothing.
I used to think that maybe I didn’t give you what you wanted and that’s why you ran from me.
Maybe you wanted me to show you affection like all the other girls did.
And I did, but to an extent.
I respected you for that, but I never respected you for the way you treated me.
I refused to put a label on what we both knew was ‘love’.
Was it love if what I wanted us to be never crossed your mind at all?
If four years taught me anything, it was that time allows you to understand who you have become and what you deserve.
For years I thought without you, there was no me.
But I was so wrong.
All the words you wasted on me and all the signs you refused to see.
Even when I tried so hard to walk away, you played the perfect game and you pulled me back.
And then the days came when you began trying to win the heart you’d already broken.
It was me that put the pieces back together again.
I pitied you for a while but not for the reasons I should have.
And then I realized I needed to stop blaming myself.
Apart from my naivety, it was you all along.
I was sad because I thought I lost you, but I learn not long ago, maybe deep down I was sad for you because it was you that lost me.

Somewhere on Earth

Feel like you’re far away

You’re in the glass tower and I look at you from the distance

Could we be like this another day more?

We know we belong together but in absence of a piece of sweet smile

Tears fall from the eyes of sadness and loneliness

I’ like a stranger riding a while horse in the middle of nowhere

Have you in my mind but you’re not beside me

Have you in my soul but I could not hold you

Not even your shadow

I’m lost in the cloud

Losing for the sun

I’m lost in my dream

Wishing me back another morning

Surat Cinta



Jakarta, 15 Juni

                Gemetar tanganku, berontak hatiku, bimbang perasaanku, maafkan aku yang tak sanggup untuk menyatakan langsung kepadamu. Aku hanya mampu menulis semua yang aku rasa kepadamu. Banyak yang ingin aku sampaikan padamu, namun setelah ku memegang pena ini hilang akalku namun hatiku berontak untuk menulis. Maafkan aku, Senja. Aku mencurahkan isi hati ini, aku kirimkan surat ini tak meminta untuk di balas hanya untuk memberitahumu apa yang ku rasa selama ini.

                Pertama, saat hari Jumat 29 May. Aku tak sanggup menahan bahagia saat kau memintaku untuk mengajak jalan-jalan menikmati malamnya Jakarta, sampailah kita di Dermaga Utara kota Jakarta. Masih ku ingat tatapanmu dan masih terlintas dipikiranku senyuman khas dari bibirmu yang selalu menatapku bahagia, kau ungkapkan apa yang kau rasa, kau peluk aku manja dan kau rangkul aku dengan rasa yang ada, kau bilang kau bahagia bisa kembali jalan bersamaku, kau tahu apa yang ku rasa saat kau ucapkan itu? Aku pun sama, memiliki rasa bahagia itu. Tujuh jam bersamamu menikmati kemesraan yang tercipta secara alami, membuatku kembali merasakan jatuh cinta yang selama ini hilang. Kau kembali dengan mudah masuk dihatiku, wanita empat tahun lalu yang hilang dalam hidupku, seakan wanita itu kembali datang untuk mengisi  separuh jiwaku yang empat tahun lalu hilang terbawa kenangan yang ada. Kau membuka harapanku, kau menghidupkan lagi gairah cinta yang belum pernah aku rasakan layaknya saat bersamamu dahulu. Masih terasa di tubuh ini, hangat pelukanmu dan nyaman berada didekapmu sambil kau bisikan bahwa kau masih menyayangiku, aku pun sama merasakan itu pula. Tak terasa pagi pun tiba, sebagai lelaki yang dewasa ku antar kau pulang, di sepanjang perjalanan kau terus memelukku erat seakan tak ingin menghabiskan hari ini dengan perpisahan.

                Kedua, saat hari Minggu 31 May. Aku memintamu menemani aku untuk menghadiri pesta pernikahan teman kita sendiri. Kau tahu apa yang ku rasa saat itu? Aku bahagia, benar – benar bahagia. Aku gugup saat perjalanan, lidahku terasa berat untuk memulai percakapan, dalam hati aku merasakan aku masih mencintai kamu, aku ingin kau selalu ada untukku, aku tak ingin kau kembali hilang dalam dekapanku. Sesampainya di pesta pernikahan teman kita, tak banyak percakapan yang terjadi di antara kita, kau bersenda gurau dengan teman – teman lamamu dan aku menikmati rokok yang ada di saku kemejaku sambil memandangimu yang bahagia bertemu dengan sahabat – sahabat lamamu. Aku tak bisa membohongi diriku bahwa saya mencintai kamu, biarlah hati kita sama – sama dirahmati Tuhan, menempuh segala resiko yang akan mengancam kita. Senja… kau kembalikan jiwaku, kau izinkan aku untuk hidup kembali, terima kasih Senja. Sampailah di akhir pesta pernikahan, ku antar kau pulang namun bukan rumahmu yang kita tuju, melainkan sisi sungai di sudut timur Jakarta. Sambil menikmati sop buah dan kopi hitam yang di pesan kau kembali memberikanku senyuman sambil menenderkan kepala ke pundakku, kau bisikan kalimat bahwa kau masih mencintaiku, masih menyayangiku. Kembali aku gengam tangamu dan berusaha meyakinimu bahwa aku juga masih menyayangimu, masih mencintaimu dan hatiku masih untukmu. Tak hanya sekedar itu, saat ingin pulag tanpa sepengetahuanku ban motorku bocor dank au sudi berjalan kaki menemaniku untuk mendorong motor. Aku tak peduli pada pandangan orang sekitarkarena aku menikmati saat – saat bersamamu. Dan tibalah waktunya untuk mengantarkanmu pulang dan selalu diakhiri dengan ciuman dan pelukanmu sebagai tanda perpisahan kita malam itu.

                Dua hari bersamamu membuatku merasakan kembali jatuh cinta kepada satu sosok wanita yang empat tahun lalu hilang. Hatiku berontak, pikiranku kacau, karena aku tak bisa membohongi perasaanku bahwa AKU MASIH MENCINTAIMU.

                Ketiga, kemesraan kita berlanjut pada hari Selasa 2 Juni. Menikmati perjalanan kereta untuk pergi menikmati alamnya kota Bogor, genggaman tanganmu yang sepanjang perjalanan ada di genggamanku merasakan betapa bahagianya aku kala bisa berjalan-jalan setelah empat tahun yang lalu tidak pernah kita lalu. Sampai di suatu sore kita pulang ke Jakarta, berlanjut untuk menonton yang tak pernah kita alami sewaktu kita masih berpacaran, kecupan manis yang mendarat di pipi kananku dan genggaman erat dari tanganmu membuatku semakin jatuh cinta terhadapmu. Waktu berlalu seakan begitu cepat sebagai lelaki yang bertanggung – jawab ku antar kau sampai di rumah dan seperti biasa pelukanmu dan ciumanmumenandakan akhirnya perjalanan kita hari itu!

                Maafkan aku apabila aku tidak pandai membuat tulisan layaknya tulisanmu yang terpampang rapi di blogmu. Aku menulis sesuai yang aku rasakan di hati. Hanya kamu seorang wanita yang mampu membuatku galau. Begitu banyak kenangan manis yang sudah kita lalui tepatnya dari tahun 2009 sampai 2011.

                Rabu, 3 Juni. Kau mengingatkanku bahwa dompetmu tertinggal di tasku, tanpa pikir panjang malamnya aku ke rumahmu dan yang membuatku senang yaitu mama kamu. Mamamu menanyakan “kapan orang tuamu mau main ke rumah, Ooo?” aku hanya bisa tersenyum, hatiku senang, hatiku bahagia, dan dalam hati aku bersorak bergembira. Karena esoknya kamu dan keluargamu akan ke Bali selama satu minggu, aku pun berkata padamu “liburannya jangan lama – lama ya. Ada yang nungguin kamu di sini” dan jawabanmu “terima kasih ya. Sudah mau menunggu”. Sampailah pada jam 22:30 dan waktunya aku harus pulang dan sama seperti biasanya kau memberikanku ciuman dan pelukan terhadapku.

                Kau memberikanku harapan, kau memberikanku ruang. Kamu harus tahu melalui tulisan ini aku berkata jujur terhadapmu, ada sesuatu yang belum aku beritahu ke kamu. Selama satu minggu aku menunggu kamu dan selama satu minggu itu aku berusaha memohon kepada emak dan bapak supaya perjodohan ini dibatalkan, sampai akhirnya bapak menyetujuinya untuk membatalkan perjodohan ini. Pada saat itu harapanku terbuka lebar untuk melanjutkan kisah kita ke arah yang lebih serius.

                Tetapi harapanku musnah, hari Sabtu aku begitu semangat kuliah hanya untuk bertemu denganmu. Namun sesampainya aku di warung kopi tempat biasa kita berkumpul, aku mendapat kabar yang membuat hati ini hancur, bahwa Jumat malamnya kamu di antar dan di jemput pria lainyang kabarnya itu pacar barumu. Aku kaget, aku tidak percaya dengan itu semua, tapi kesaksian dari tiga orang yang membuatku bisa percaya bahwa kamu sudah punya kekasih baru. Harapanku hancur, harapanku musnah, hatiku hancur berkeping – keping tak tahu kenapa ini semua bisa terjadi. Begitu cepat kau berpaling ke pria lain. Tanpa pikir panjang menelpon temanku untuk pergi ke Bandung hanya untuk menenangkan pikiran dan batinku yang kacau menerima kenyataan ini.

                Kejadian empat tahun lalu terulang, hatiku kembali hancur, harapanku kembali musnah dan aku kembali ke titik dasar kegalauan. Aku mencintaimu, aku menyayangimu tulus dari hati. Sebagai lelaki yang dewasa, aku berusaha mengikhlaskanmu asal kamu bahagia dengan pilihanmu. Semoga ini adalah pilihan terbaikmu, semoga lelaki yang kau pilih mampu menjadikanmu wanita yang baik dalam berbagai hal. Aku menulis surat ini karena aku tidak sanggup, aku tidak kuat berkata dhadapanmu. Nyaliku kembali ciut, hati ini kembali terjatuh dan terluka karena hilang sudah harapanku.

                Sepertinya aku kembali tidak sanggup untuk berhadapan denganmu lagi, semoga hubungan kamu baik – baik saja dan bisa awet dan langgeng, semoga ini pilihan terbaikmu. Kamu harus tahu satu hal, “HATIKU MASIH UNTUK KAMU”.



Ooo

Wednesday, September 2, 2015

Ternyata Masih Tentang Kamu

Long time no see, kamu.
Terasa lama sekali kita tak bertemu.
Apa kabarmu?
Tapi pantaskah  aku menanyakan kabarmu yang telah mengkhianati kita untuk ke sekian kali?
Bukan maksud hati tak ingin mengetahui kabarmu, tapi aku tak punya keberanian untuk menanyakannya.
Senang bisa melihat wajah itu lagi, kali ini beda wajah murung yang terlihat.
Kamu memalingkan wajahmu, jelas sekali kamu menghindar.
Aku memerhatikanmu dari kejauhan.
Aku berbisik dalam hati, "aku rindu sekali dengan kamu, wajah lama".
Ingin mendekat, tapi kamu tetap membuat jarak.
Hingga terasa begitu jauh.
Aku memberanikan diri untuk tersenyum padamu, kamu melihatku dengan wajah aneh.
Dan akhirnya kita bertemu dalam satu meja, saling sapa, saling berkabar, dan bercengkerama seperti dulu.
Ah, tangan itu kembali ku genggam. Begitu hangat.
Di dadaku, terbesit sengatan sesak.
Begitu penuh, hingga sesak berubah menjadi air mata.
Jatuh begitu saja, tanpa pemberitahuan.
Aku tahu, ini karena aku masih menginginkan kita.
Sedang keadaan tak mengijinkan.
Dan aku berbisik padamu, "maafkan aku yang masih menginginkan kita dan masih menyayangimu di saat aku tidak bisa berbuat apa-apa".





Backsong "Seo In Gook -With Laughter or With Tears"