Saturday, October 17, 2015

Just The Way You Are

I love you just the way you are

Together my dear we go far
How far?
As far as any star
We use our hearts we need no car
Open your heart, your love bazar
Let your joy light out of your jar
Through your heart you go very far
I love you just the way you are.

Tuesday, October 13, 2015

Seribu Salam Rindu Untukmu

Hai, ayah.
Sudah sekian lama kita tak berjumpa, apa kabar kau di sana?
Ayah, Apa kau ingat hari apa ini?
Hari ini, adalah hari ulang tahunmu.
Dan pada hari ini, aku menemuimu kembali, ayah.
Lewat goresan pena yang senantiasa mengukir setiap kata rindu ku padamu.

Ayah,
Apakah kau mendengar angin yang membawa seribu pesan untukmu dariku?
Apakah kau melihat ribuan bintang yang melukiskan betapa besar kerinduanku padamu?

Ayah,
Masih bisa kuingat tatapan lembut dalam bingkai yang mengantarku ke masa lalu
Melintas bayang ke saat itu.
Saat kau terbaring lemah, saat kau sabar menghadapi lara meski dengan nafas yang tersisa.
Duka yang kau simpan, lebur dalam senyuman.
Kau yang tegar melawan pilu, meski maut menantimu.
Melewati detik yang menghatam harapan
Dimana saat jeritan tangis menjadi irama yang mengiringi kepergianmu.

Hari ini, mata kembali tidak dapat membendung linangannya
Selaras detik demi detik berjalan, sejalan dengan menit demi menit yang terus berlalu, seiring dengan jam demi jam yang terus bergulir, seirama dengan waktu yang terus menunjukkan kekejamannya, tanpa terasa sudah hampir tujuh tahun berlalu.

Ayah,
Sejak kepergianmu, hari-hariku terasa begitu sepi
Dan hatiku masih sangat merindukanmu, ayah.
Perkataanmu saat detik-detik kepergianmu masih terngiang di telinga ini.
Terayun lemah ruas jemariku saat menggores sketsamu di anganku.

Ayah,
Mengukir wajahmu itu terasa sulit bagiku
Karena telah banyak waktu yang terlewati tanpa kehadiran sosokmu.
Namun keberadaan kisahmu selalu bersemayam di lubuk hatiku.
Tentang rentang waktu kisah perjalanan hidupmu, membuatku selalu ingin merindukanmu.
Tapi entah harus bagaimana aku menyampaikan kehampaan jiwaku tanpamu.

Ayah,
Mungkin di dunia ini kau telah tiada, tapi di dalam hatiku kau takkan pernah sirna.
Walaupun kau telah meninggalkanku, tapi semangat dan doamu masih bisa kurasakan.

Ayah,
Rindu ini untukmu.
Jangan pernah merasa kesepian, doaku kan selalu menemanimu.
Selamat jalan ayah.
Semoga kau tenang di sana.
Tetap lah tersenyum di samping-Nya.

Ayah,
Hari ini ulangtahunmu.
Entah apa yang bisa aku berikan padamu,
Aku tak tahu.
Ada hal-hal lain yang pasti tak pernah terlupakan, belum sempat lagi aku meminta maaf atas segala salah
Aku yang kadang tak peduli dengan kabarmu.
Aku yang juga hampir tak pernah mengikuti apa yang kau inginkan.

Ayah,
Aku tak bisa menggantikan apa yang kau miliki, aku tak bisa mengubah apa yang aku miliki sebagai dirimu.
Sebenarnya aku belum siap, dan mungkin takkan pernah siap.
Maafkan aku karena tetap tidak bisa memberikan apapun bagimu.

Selamat ulang tahun, 13 Oktober Ayah :’)

Monday, October 12, 2015

10 Things I Hate About You


I hate the way you talk to me
and the way you cut your hair.

I hate the way you left me here,
I hate it when you stare.

I hate the way you pretend to care
and the way you read my mind.

I hate you so much it makes me sick
it even makes me rhyme.

I hate the way you’re always right,
I hate it when you lie.

I hate it when you make me laugh
even worse when you make me cry

I hate it that you’re not around
and the fact that you didn’t call.

But mostly I hate the way I don’t hate you
not even close, not even a little bit, not even any at all.

(Movie’s poem of 10 Things I Hate About You)

Wednesday, October 7, 2015

Saat Hujan Terhidang.


Renta mulai memoles warna awan, sedikit demi sedikit dan perlahan abu-abu pun menyaru gelap kecoklatan. Berat, tak kuasa mengangkat. Akhirnya luruh sebagai titik air yang menawarkan genggam pada angin semilir untuk berdansa lekat bersama lembap udara pengap. Menampilkan sajian hidangan lezat menggiurkan pada wanginya tanah, emperan basah dan riuh teduh manusia penuh sumpah serapah.

ah langit setelah sekian lama
kau muntahkan juga tangis
tapi kenapa aku tak lagi bisa
nikmat mengunyah gerimis

Sebentar kemudian kecoklatan mulai memendar tapi bukan untuk pudar, melainkan semakin hitam gelap menyergap. Parade barisan sudah dijalankan menyandang genderang menalukan guntur, runtuh menggemuruh. Keras alunannya terlampau beringas memaksa kilat untuk bekerja penuh semangat. Simfoni apik menggiring tarian air ditimpal semrawut angin bertiup. Menggelar pertunjukan liar pada panas aspal yang menguar, tatap manusia nanar berhimpit di bawah selembar terpal dan sunyi trotoar.

ternyata.. 
rintik yang ingin kutelan
masih saja hanya
menyisakan
dingin

Sunday, October 4, 2015

Bolehkah?

Kini kita menjadi penikmat rindu
Membiarkan waktu di sela-sela kita berlari jauh, lalu mundur, dan jauh kembali.
Seakan mempermainkan perasaan kita.
Tapi ternyata hal itu kemudian semakin meyakini kita, sejauh apapun jarak dan waktu, menutup kisah kita rindu selalu saja ada di sana.
Membiarkan dirinya terbangun oleh rasa sayang dan takut kehilangan.
Sama seperti matahari yang berputar, mendekat di pagi hari, lalu menjauh di sore hari.
Sama seperti bunga yang mekar di pagi hari, lalu sayup di sore hari.
Lalu seperti apakah kita?
Yang terus merindu, membiarkan jarak dan waktu menjadi pupuk terbaik kisah kita.
Dan saat ini, kita telah bertemu kembali.
Sama seperti matahari dan bunga di pagi hari.
Sebelum tenggelam, sebelum sayup lagi.
Bolehkah kita memulai kisah ini lagi?
Biarkan aku menemanimu menikmati terbit dan tenggelamnya matahari, menikmati mekar dan sayupnya bunga bersama-sama.
Bolehkah?
Bolehkah kita mulai kisah ini lagi?