Tuesday, February 16, 2016

Pelesir Mimpi




Sungguh tak ada bayangan yang letih
mengikuti tuannya selain bayanganku.
Sementara aku disibukkan dengan apa
yang harus dipersiapkan jika tiba saatnya
kenangan merengek minta kau merdekakan.
Sungguh tak dibutuhkan tas yang besar
tuk membawa tubuhku yang ringkas ini.

Aku bisa melipat dan menyelipkannya ditumpukan baju dan foto lama ayah-ibu. Nanti jika ada laut dan hutan yang menari
di surga pasir putih dadamu, kenalilah.
Mereka ingatan-ingatan yang bertamasya
di antara bayang-bayang trauma dan trakoma.
Maka sebelum kematian byar-pet di mataku
biar aku mengabadikanmu, yang mengabaikanku.

November, 2012.
By Adimasnuel

Tuesday, February 2, 2016

Kepada Bintang

Surat ini kutulis bersama hatiku
yang dalam diam
mencintaimu.

Kepadamu, Bintang,
yang tidak pernah mengetahui perasaanku, kutuliskan surat ini. Dan entah mengapa, aku hanya ingin menulisnya untuk mengungkapkan segala perasaan yang sudah terlalu besar untukmu. Aku ingin merasa sedikit lega, meski kutahu surat ini hanya akan berakhir di sudut lemariku saja.

Ya, mana mungkin aku yang 4 tahun sebagai pengecut; mencintaimu dalam diam, tiba-tiba datang dan memberimu pernyataan cinta melalui surat? Hah! Tidak mungkin!
Malah kalau benar itu terjadi, kupastikan aku sudah lebih dulu pingsan sebelum sampai menyerahkan surat ini padamu!

Begini, Bintang.
Atas beberapa tahun pertemanan kita, aku bersyukur. Sebab masih bisa kujaga perasaanku ini, tak tersentuh orang lain, dan kusisakan hanya untuk dirimu saja.
Aku menyukai senyumanmu. Senyum manis di antara pipimu yang chubby. Aku juga menyukai rambut yang sedikit ikalmu, matamu yang tajam sedikit sayu, dan bagiku tidak ada yang kurang dari penampilanmu.
Terbukti dari sekian banyak perempuan yang sudah menyatakan cinta padamu, tapi entah mengapa tetap tak ada yang kaujadikan kekasihmu. Sampai hari ini, aku masih heran dengan kamu. Sebab semakin lama kamu tidak memiliki kekasih, diam-diam, semakin sering pula aku berdoa untuk kesempatanku yang mungkin diaminkan Tuhan.

Aku ingat, siang itu ketika kita praktekum di kampus. Hari tengah terik dan capek mengerjakan praktekum. Dengan baik hati, kamu membawa sebotol minuman dingin kepadaku. Dan aku senang. Mungkin kamu tidak menyadarinya, tapi sesederhana itulah, cintaku tumbuh dan terus bertambah sejak saat itu untukmu.

Bintang,
aku harap kamu tetap berada di dekatku, meski sebagai teman terbaikku. Tidak apa, Bintang. Aku tidak akan pernah berani meminta apa-apa darimu, kecuali menjadi teman di dekatku.

Kututup surat pertamaku ini untukmu, Bintang,
dengan perasaan yang kacau,
jantung yang berdetak begitu kencang,dan napas yang sungguh berat.

Sebab aku mencintaimu,
dan ini surat pertama pernyataanku!



Senja.
Jakarta, 2 Februari 2016
23:26