Jakarta, 15 Juni
Gemetar
tanganku, berontak hatiku, bimbang perasaanku, maafkan aku yang tak sanggup
untuk menyatakan langsung kepadamu. Aku hanya mampu menulis semua yang aku rasa
kepadamu. Banyak yang ingin aku sampaikan padamu, namun setelah ku memegang
pena ini hilang akalku namun hatiku berontak untuk menulis. Maafkan aku, Senja.
Aku mencurahkan isi hati ini, aku kirimkan surat ini tak meminta untuk di balas
hanya untuk memberitahumu apa yang ku rasa selama ini.
Pertama,
saat hari Jumat 29 May. Aku tak sanggup menahan bahagia saat kau memintaku
untuk mengajak jalan-jalan menikmati malamnya Jakarta, sampailah kita di
Dermaga Utara kota Jakarta. Masih ku ingat tatapanmu dan masih terlintas
dipikiranku senyuman khas dari bibirmu yang selalu menatapku bahagia, kau
ungkapkan apa yang kau rasa, kau peluk aku manja dan kau rangkul aku dengan
rasa yang ada, kau bilang kau bahagia bisa kembali jalan bersamaku, kau tahu
apa yang ku rasa saat kau ucapkan itu? Aku pun sama, memiliki rasa bahagia itu.
Tujuh jam bersamamu menikmati kemesraan yang tercipta secara alami, membuatku
kembali merasakan jatuh cinta yang selama ini hilang. Kau kembali dengan mudah
masuk dihatiku, wanita empat tahun lalu yang hilang dalam hidupku, seakan
wanita itu kembali datang untuk mengisi
separuh jiwaku yang empat tahun lalu hilang terbawa kenangan yang ada.
Kau membuka harapanku, kau menghidupkan lagi gairah cinta yang belum pernah aku
rasakan layaknya saat bersamamu dahulu. Masih terasa di tubuh ini, hangat
pelukanmu dan nyaman berada didekapmu sambil kau bisikan bahwa kau masih
menyayangiku, aku pun sama merasakan itu pula. Tak terasa pagi pun tiba,
sebagai lelaki yang dewasa ku antar kau pulang, di sepanjang perjalanan kau terus
memelukku erat seakan tak ingin menghabiskan hari ini dengan perpisahan.
Kedua,
saat hari Minggu 31 May. Aku memintamu menemani aku untuk menghadiri pesta
pernikahan teman kita sendiri. Kau tahu apa yang ku rasa saat itu? Aku bahagia,
benar – benar bahagia. Aku gugup saat perjalanan, lidahku terasa berat untuk
memulai percakapan, dalam hati aku merasakan aku masih mencintai kamu, aku
ingin kau selalu ada untukku, aku tak ingin kau kembali hilang dalam dekapanku.
Sesampainya di pesta pernikahan teman kita, tak banyak percakapan yang terjadi
di antara kita, kau bersenda gurau dengan teman – teman lamamu dan aku
menikmati rokok yang ada di saku kemejaku sambil memandangimu yang bahagia
bertemu dengan sahabat – sahabat lamamu. Aku tak bisa membohongi diriku bahwa
saya mencintai kamu, biarlah hati kita sama – sama dirahmati Tuhan, menempuh
segala resiko yang akan mengancam kita. Senja… kau kembalikan jiwaku, kau
izinkan aku untuk hidup kembali, terima kasih Senja. Sampailah di akhir pesta
pernikahan, ku antar kau pulang namun bukan rumahmu yang kita tuju, melainkan
sisi sungai di sudut timur Jakarta. Sambil menikmati sop buah dan kopi hitam
yang di pesan kau kembali memberikanku senyuman sambil menenderkan kepala ke
pundakku, kau bisikan kalimat bahwa kau masih mencintaiku, masih menyayangiku.
Kembali aku gengam tangamu dan berusaha meyakinimu bahwa aku juga masih
menyayangimu, masih mencintaimu dan hatiku masih untukmu. Tak hanya sekedar
itu, saat ingin pulag tanpa sepengetahuanku ban motorku bocor dank au sudi
berjalan kaki menemaniku untuk mendorong motor. Aku tak peduli pada pandangan
orang sekitarkarena aku menikmati saat – saat bersamamu. Dan tibalah waktunya
untuk mengantarkanmu pulang dan selalu diakhiri dengan ciuman dan pelukanmu
sebagai tanda perpisahan kita malam itu.
Dua
hari bersamamu membuatku merasakan kembali jatuh cinta kepada satu sosok wanita
yang empat tahun lalu hilang. Hatiku berontak, pikiranku kacau, karena aku tak
bisa membohongi perasaanku bahwa AKU
MASIH MENCINTAIMU.
Ketiga,
kemesraan kita berlanjut pada hari Selasa 2 Juni. Menikmati perjalanan kereta
untuk pergi menikmati alamnya kota Bogor, genggaman tanganmu yang sepanjang
perjalanan ada di genggamanku merasakan betapa bahagianya aku kala bisa
berjalan-jalan setelah empat tahun yang lalu tidak pernah kita lalu. Sampai di
suatu sore kita pulang ke Jakarta, berlanjut untuk menonton yang tak pernah
kita alami sewaktu kita masih berpacaran, kecupan manis yang mendarat di pipi
kananku dan genggaman erat dari tanganmu membuatku semakin jatuh cinta
terhadapmu. Waktu berlalu seakan begitu cepat sebagai lelaki yang bertanggung –
jawab ku antar kau sampai di rumah dan seperti biasa pelukanmu dan
ciumanmumenandakan akhirnya perjalanan kita hari itu!
Maafkan
aku apabila aku tidak pandai membuat tulisan layaknya tulisanmu yang terpampang
rapi di blogmu. Aku menulis sesuai yang aku rasakan di hati. Hanya kamu seorang
wanita yang mampu membuatku galau.
Begitu banyak kenangan manis yang sudah kita lalui tepatnya dari tahun 2009
sampai 2011.
Rabu,
3 Juni. Kau mengingatkanku bahwa dompetmu tertinggal di tasku, tanpa pikir
panjang malamnya aku ke rumahmu dan yang membuatku senang yaitu mama kamu.
Mamamu menanyakan “kapan orang tuamu mau main ke rumah, Ooo?” aku hanya bisa
tersenyum, hatiku senang, hatiku bahagia, dan dalam hati aku bersorak
bergembira. Karena esoknya kamu dan keluargamu akan ke Bali selama satu minggu,
aku pun berkata padamu “liburannya jangan lama – lama ya. Ada yang nungguin
kamu di sini” dan jawabanmu “terima kasih ya. Sudah mau menunggu”. Sampailah
pada jam 22:30 dan waktunya aku harus pulang dan sama seperti biasanya kau
memberikanku ciuman dan pelukan terhadapku.
Kau
memberikanku harapan, kau memberikanku ruang. Kamu harus tahu melalui tulisan
ini aku berkata jujur terhadapmu, ada sesuatu yang belum aku beritahu ke kamu.
Selama satu minggu aku menunggu kamu dan selama satu minggu itu aku berusaha
memohon kepada emak dan bapak supaya perjodohan ini dibatalkan, sampai akhirnya
bapak menyetujuinya untuk membatalkan perjodohan ini. Pada saat itu harapanku
terbuka lebar untuk melanjutkan kisah kita ke arah yang lebih serius.
Tetapi
harapanku musnah, hari Sabtu aku begitu semangat kuliah hanya untuk bertemu
denganmu. Namun sesampainya aku di warung kopi tempat biasa kita berkumpul, aku
mendapat kabar yang membuat hati ini hancur, bahwa Jumat malamnya kamu di antar
dan di jemput pria lainyang kabarnya itu pacar barumu. Aku kaget, aku tidak
percaya dengan itu semua, tapi kesaksian dari tiga orang yang membuatku bisa
percaya bahwa kamu sudah punya kekasih baru. Harapanku hancur, harapanku musnah,
hatiku hancur berkeping – keping tak tahu kenapa ini semua bisa terjadi. Begitu
cepat kau berpaling ke pria lain. Tanpa pikir panjang menelpon temanku untuk
pergi ke Bandung hanya untuk menenangkan pikiran dan batinku yang kacau
menerima kenyataan ini.
Kejadian
empat tahun lalu terulang, hatiku kembali hancur, harapanku kembali musnah dan
aku kembali ke titik dasar kegalauan. Aku mencintaimu, aku menyayangimu tulus
dari hati. Sebagai lelaki yang dewasa, aku berusaha mengikhlaskanmu asal kamu
bahagia dengan pilihanmu. Semoga ini adalah pilihan terbaikmu, semoga lelaki
yang kau pilih mampu menjadikanmu wanita yang baik dalam berbagai hal. Aku
menulis surat ini karena aku tidak sanggup, aku tidak kuat berkata dhadapanmu.
Nyaliku kembali ciut, hati ini kembali terjatuh dan terluka karena hilang sudah
harapanku.
Sepertinya
aku kembali tidak sanggup untuk berhadapan denganmu lagi, semoga hubungan kamu
baik – baik saja dan bisa awet dan langgeng, semoga ini pilihan terbaikmu. Kamu
harus tahu satu hal, “HATIKU MASIH UNTUK KAMU”.
Ooo
No comments:
Post a Comment