Thursday, September 17, 2015

Surat Cinta



Jakarta, 15 Juni

                Gemetar tanganku, berontak hatiku, bimbang perasaanku, maafkan aku yang tak sanggup untuk menyatakan langsung kepadamu. Aku hanya mampu menulis semua yang aku rasa kepadamu. Banyak yang ingin aku sampaikan padamu, namun setelah ku memegang pena ini hilang akalku namun hatiku berontak untuk menulis. Maafkan aku, Senja. Aku mencurahkan isi hati ini, aku kirimkan surat ini tak meminta untuk di balas hanya untuk memberitahumu apa yang ku rasa selama ini.

                Pertama, saat hari Jumat 29 May. Aku tak sanggup menahan bahagia saat kau memintaku untuk mengajak jalan-jalan menikmati malamnya Jakarta, sampailah kita di Dermaga Utara kota Jakarta. Masih ku ingat tatapanmu dan masih terlintas dipikiranku senyuman khas dari bibirmu yang selalu menatapku bahagia, kau ungkapkan apa yang kau rasa, kau peluk aku manja dan kau rangkul aku dengan rasa yang ada, kau bilang kau bahagia bisa kembali jalan bersamaku, kau tahu apa yang ku rasa saat kau ucapkan itu? Aku pun sama, memiliki rasa bahagia itu. Tujuh jam bersamamu menikmati kemesraan yang tercipta secara alami, membuatku kembali merasakan jatuh cinta yang selama ini hilang. Kau kembali dengan mudah masuk dihatiku, wanita empat tahun lalu yang hilang dalam hidupku, seakan wanita itu kembali datang untuk mengisi  separuh jiwaku yang empat tahun lalu hilang terbawa kenangan yang ada. Kau membuka harapanku, kau menghidupkan lagi gairah cinta yang belum pernah aku rasakan layaknya saat bersamamu dahulu. Masih terasa di tubuh ini, hangat pelukanmu dan nyaman berada didekapmu sambil kau bisikan bahwa kau masih menyayangiku, aku pun sama merasakan itu pula. Tak terasa pagi pun tiba, sebagai lelaki yang dewasa ku antar kau pulang, di sepanjang perjalanan kau terus memelukku erat seakan tak ingin menghabiskan hari ini dengan perpisahan.

                Kedua, saat hari Minggu 31 May. Aku memintamu menemani aku untuk menghadiri pesta pernikahan teman kita sendiri. Kau tahu apa yang ku rasa saat itu? Aku bahagia, benar – benar bahagia. Aku gugup saat perjalanan, lidahku terasa berat untuk memulai percakapan, dalam hati aku merasakan aku masih mencintai kamu, aku ingin kau selalu ada untukku, aku tak ingin kau kembali hilang dalam dekapanku. Sesampainya di pesta pernikahan teman kita, tak banyak percakapan yang terjadi di antara kita, kau bersenda gurau dengan teman – teman lamamu dan aku menikmati rokok yang ada di saku kemejaku sambil memandangimu yang bahagia bertemu dengan sahabat – sahabat lamamu. Aku tak bisa membohongi diriku bahwa saya mencintai kamu, biarlah hati kita sama – sama dirahmati Tuhan, menempuh segala resiko yang akan mengancam kita. Senja… kau kembalikan jiwaku, kau izinkan aku untuk hidup kembali, terima kasih Senja. Sampailah di akhir pesta pernikahan, ku antar kau pulang namun bukan rumahmu yang kita tuju, melainkan sisi sungai di sudut timur Jakarta. Sambil menikmati sop buah dan kopi hitam yang di pesan kau kembali memberikanku senyuman sambil menenderkan kepala ke pundakku, kau bisikan kalimat bahwa kau masih mencintaiku, masih menyayangiku. Kembali aku gengam tangamu dan berusaha meyakinimu bahwa aku juga masih menyayangimu, masih mencintaimu dan hatiku masih untukmu. Tak hanya sekedar itu, saat ingin pulag tanpa sepengetahuanku ban motorku bocor dank au sudi berjalan kaki menemaniku untuk mendorong motor. Aku tak peduli pada pandangan orang sekitarkarena aku menikmati saat – saat bersamamu. Dan tibalah waktunya untuk mengantarkanmu pulang dan selalu diakhiri dengan ciuman dan pelukanmu sebagai tanda perpisahan kita malam itu.

                Dua hari bersamamu membuatku merasakan kembali jatuh cinta kepada satu sosok wanita yang empat tahun lalu hilang. Hatiku berontak, pikiranku kacau, karena aku tak bisa membohongi perasaanku bahwa AKU MASIH MENCINTAIMU.

                Ketiga, kemesraan kita berlanjut pada hari Selasa 2 Juni. Menikmati perjalanan kereta untuk pergi menikmati alamnya kota Bogor, genggaman tanganmu yang sepanjang perjalanan ada di genggamanku merasakan betapa bahagianya aku kala bisa berjalan-jalan setelah empat tahun yang lalu tidak pernah kita lalu. Sampai di suatu sore kita pulang ke Jakarta, berlanjut untuk menonton yang tak pernah kita alami sewaktu kita masih berpacaran, kecupan manis yang mendarat di pipi kananku dan genggaman erat dari tanganmu membuatku semakin jatuh cinta terhadapmu. Waktu berlalu seakan begitu cepat sebagai lelaki yang bertanggung – jawab ku antar kau sampai di rumah dan seperti biasa pelukanmu dan ciumanmumenandakan akhirnya perjalanan kita hari itu!

                Maafkan aku apabila aku tidak pandai membuat tulisan layaknya tulisanmu yang terpampang rapi di blogmu. Aku menulis sesuai yang aku rasakan di hati. Hanya kamu seorang wanita yang mampu membuatku galau. Begitu banyak kenangan manis yang sudah kita lalui tepatnya dari tahun 2009 sampai 2011.

                Rabu, 3 Juni. Kau mengingatkanku bahwa dompetmu tertinggal di tasku, tanpa pikir panjang malamnya aku ke rumahmu dan yang membuatku senang yaitu mama kamu. Mamamu menanyakan “kapan orang tuamu mau main ke rumah, Ooo?” aku hanya bisa tersenyum, hatiku senang, hatiku bahagia, dan dalam hati aku bersorak bergembira. Karena esoknya kamu dan keluargamu akan ke Bali selama satu minggu, aku pun berkata padamu “liburannya jangan lama – lama ya. Ada yang nungguin kamu di sini” dan jawabanmu “terima kasih ya. Sudah mau menunggu”. Sampailah pada jam 22:30 dan waktunya aku harus pulang dan sama seperti biasanya kau memberikanku ciuman dan pelukan terhadapku.

                Kau memberikanku harapan, kau memberikanku ruang. Kamu harus tahu melalui tulisan ini aku berkata jujur terhadapmu, ada sesuatu yang belum aku beritahu ke kamu. Selama satu minggu aku menunggu kamu dan selama satu minggu itu aku berusaha memohon kepada emak dan bapak supaya perjodohan ini dibatalkan, sampai akhirnya bapak menyetujuinya untuk membatalkan perjodohan ini. Pada saat itu harapanku terbuka lebar untuk melanjutkan kisah kita ke arah yang lebih serius.

                Tetapi harapanku musnah, hari Sabtu aku begitu semangat kuliah hanya untuk bertemu denganmu. Namun sesampainya aku di warung kopi tempat biasa kita berkumpul, aku mendapat kabar yang membuat hati ini hancur, bahwa Jumat malamnya kamu di antar dan di jemput pria lainyang kabarnya itu pacar barumu. Aku kaget, aku tidak percaya dengan itu semua, tapi kesaksian dari tiga orang yang membuatku bisa percaya bahwa kamu sudah punya kekasih baru. Harapanku hancur, harapanku musnah, hatiku hancur berkeping – keping tak tahu kenapa ini semua bisa terjadi. Begitu cepat kau berpaling ke pria lain. Tanpa pikir panjang menelpon temanku untuk pergi ke Bandung hanya untuk menenangkan pikiran dan batinku yang kacau menerima kenyataan ini.

                Kejadian empat tahun lalu terulang, hatiku kembali hancur, harapanku kembali musnah dan aku kembali ke titik dasar kegalauan. Aku mencintaimu, aku menyayangimu tulus dari hati. Sebagai lelaki yang dewasa, aku berusaha mengikhlaskanmu asal kamu bahagia dengan pilihanmu. Semoga ini adalah pilihan terbaikmu, semoga lelaki yang kau pilih mampu menjadikanmu wanita yang baik dalam berbagai hal. Aku menulis surat ini karena aku tidak sanggup, aku tidak kuat berkata dhadapanmu. Nyaliku kembali ciut, hati ini kembali terjatuh dan terluka karena hilang sudah harapanku.

                Sepertinya aku kembali tidak sanggup untuk berhadapan denganmu lagi, semoga hubungan kamu baik – baik saja dan bisa awet dan langgeng, semoga ini pilihan terbaikmu. Kamu harus tahu satu hal, “HATIKU MASIH UNTUK KAMU”.



Ooo

No comments:

Post a Comment