Wednesday, October 7, 2015

Saat Hujan Terhidang.


Renta mulai memoles warna awan, sedikit demi sedikit dan perlahan abu-abu pun menyaru gelap kecoklatan. Berat, tak kuasa mengangkat. Akhirnya luruh sebagai titik air yang menawarkan genggam pada angin semilir untuk berdansa lekat bersama lembap udara pengap. Menampilkan sajian hidangan lezat menggiurkan pada wanginya tanah, emperan basah dan riuh teduh manusia penuh sumpah serapah.

ah langit setelah sekian lama
kau muntahkan juga tangis
tapi kenapa aku tak lagi bisa
nikmat mengunyah gerimis

Sebentar kemudian kecoklatan mulai memendar tapi bukan untuk pudar, melainkan semakin hitam gelap menyergap. Parade barisan sudah dijalankan menyandang genderang menalukan guntur, runtuh menggemuruh. Keras alunannya terlampau beringas memaksa kilat untuk bekerja penuh semangat. Simfoni apik menggiring tarian air ditimpal semrawut angin bertiup. Menggelar pertunjukan liar pada panas aspal yang menguar, tatap manusia nanar berhimpit di bawah selembar terpal dan sunyi trotoar.

ternyata.. 
rintik yang ingin kutelan
masih saja hanya
menyisakan
dingin

No comments:

Post a Comment