Thursday, January 12, 2012

Denganmu, Aku ...

Pada hari yang biasa, saat pikiranku mengembara dari ufuk ke ufuk,
dan telah kupastikan magrib telah tiba.

Aku berdoa, Denganmu,
aku ingin menikmati senja bermula pagi sampai Tuhan tak lagi ciptakan hari.
Maka biarlah lalu lalang kota berhenti sejenak mengenang pertemuan kita.
Saat penjaga malam tak tahu harus apa, melihat wanita bagai bunga sedang menunggu seorang pria.
Dan pohon-pohon di taman kota semua takzim dalam sebuah drama.

Denganmu, aku jalani hari.
Seperti daun dan ranting, tak ada selembar tanpa seranting.

Denganmu, aku berdoa.
Pada jarak tak berjejak, aku hikmat, denganmu kelak.
Semua berjalan malu-malu, dan kita anggap sebagai sebuah bagian yang perlu.

Denganmu, aku biarkan hujan turun tanpa ragu.
Mengawali gerimis atau mengakhiri dengan pelangi manis.
Dan biarkan burung-burung bercanda bernyanyi pada menit menit kelima sampai kesepuluh awan berpeluh.
Selanjutnya, biarkan pohon meneduhkan burung itu bersenandung lirih.
Karena berteduh hanyalah merekam peristiwa, dan cinta yang menetukan arah selanjutnya

Denganmu, aku tahu jalan menuju surga.
Pada sepetak tanah yang akan dibangun istana kita.
Kita akan bermanja pada dipan buatan kayu berusia muda.

Denganmu, aku menangis tanpa air mata.
Seperti api yang bersedih pada sebatang korek.
Hidupnya adalah matinya.

Denganmu,
aku menggarami luka seperti seperti seorang istri memberi kaldu pada sayur untuk makan suaminya.
Segala duka  adalah gembira.
Berbagi cerita adalah surga.
Apalagi luka, denganmu, hanyalah lambaian angin senja.

Denganmu, aku menulis puisi, sampai aku mengerti bahwa tulisanku hanyalah menjadi arti,
berbentuk puisi, bahkan bisa kupahami, kecuali denganmu.

Denganmu, aku ingin mencintai tanpa alasan tanpa batas.
Karena alasan adalah binatang buas, yang sewaktu waktu bisa menerkam untuk tidak denganmu.

Denganmu, aku berselimut angin berpakaian .
Adakah yang lebih panas dari api neraka selain menunggu.
Adakah yang menggoda mata selain menatapmu semua debu menjadi laut biru.
Yang luas dan lapang pada keindahan tak berbatas.

Dan denganmu, biarlah aku menikmati hari tua, kiranya nafasku bersisa satu hela.
Telah kutitipkan pada rahib tua, satu nafasku untuk hidupmu.

Denganmu, aku selalu bermula.
Dan cerita ini belum selesai.
Pada hari yang biasa, aku telah selesai berdoa.
Baiknya aku hampiri dia


                                                                                                                    arf.

No comments:

Post a Comment