Pada hari yang biasa, saat pikiranku mengembara dari ufuk ke ufuk,
dan telah kupastikan magrib telah tiba.
Aku berdoa, Denganmu,
aku
ingin menikmati senja bermula pagi sampai Tuhan tak lagi ciptakan
hari.
Maka biarlah lalu lalang kota berhenti sejenak mengenang
pertemuan kita.
Saat penjaga malam tak tahu harus apa, melihat wanita
bagai bunga sedang menunggu seorang pria.
Dan pohon-pohon di taman
kota semua takzim dalam sebuah drama.
Denganmu, aku jalani hari.
Seperti daun dan ranting, tak ada selembar tanpa seranting.
Denganmu,
aku berdoa.
Pada jarak tak berjejak, aku hikmat, denganmu kelak.
Semua
berjalan malu-malu, dan kita anggap sebagai sebuah bagian yang perlu.
Denganmu, aku biarkan hujan turun tanpa ragu.
Mengawali gerimis atau
mengakhiri dengan pelangi manis.
Dan biarkan burung-burung bercanda
bernyanyi pada menit menit kelima sampai kesepuluh awan berpeluh.
Selanjutnya, biarkan pohon meneduhkan burung itu bersenandung lirih.
Karena berteduh hanyalah merekam peristiwa, dan cinta yang menetukan
arah selanjutnya
Denganmu, aku tahu jalan menuju
surga.
Pada sepetak tanah yang akan dibangun istana kita.
Kita akan
bermanja pada dipan buatan kayu berusia muda.
Denganmu, aku menangis tanpa air mata.
Seperti api yang bersedih pada sebatang korek.
Hidupnya adalah matinya.
Denganmu,
aku menggarami luka seperti seperti seorang istri memberi
kaldu pada sayur untuk makan suaminya.
Segala duka adalah gembira.
Berbagi cerita adalah surga.
Apalagi luka, denganmu, hanyalah lambaian
angin senja.
Denganmu, aku menulis puisi, sampai aku
mengerti bahwa tulisanku hanyalah menjadi arti,
berbentuk puisi, bahkan
bisa kupahami, kecuali denganmu.
Denganmu, aku ingin
mencintai tanpa alasan tanpa batas.
Karena alasan adalah binatang
buas, yang sewaktu waktu bisa menerkam untuk tidak denganmu.
Denganmu, aku berselimut angin berpakaian .
Adakah yang lebih panas
dari api neraka selain menunggu.
Adakah yang menggoda mata selain
menatapmu semua debu menjadi laut biru.
Yang luas dan lapang pada
keindahan tak berbatas.
Dan denganmu, biarlah aku menikmati
hari tua, kiranya nafasku bersisa satu hela.
Telah kutitipkan pada
rahib tua, satu nafasku untuk hidupmu.
Denganmu, aku selalu bermula.
Dan cerita ini belum selesai.
Pada hari yang biasa, aku telah selesai berdoa.
Baiknya aku hampiri dia
arf.
Thursday, January 12, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment