Petang ini, kupinjam wujudmu
yang mengingkar dengan kejam;
beri sayap untuk dipatahkan–
Sungguh perih tak terelakan
Tegur sapamu hanyalah padam
berpendar dalam nyala kunang-kunang
merindu akan lenyap--memudar
tersadar
dari mimpi-mimpimu
yang tak dapat kurengkuh
Termangu dalam ramai kesepian
hanyut dalam harap–tak berhulu
tangkap desir syahdu kekecewaan–dalam bising
yang kian lama makin meruap
Adamu adalah sorai yang senyap
dalam riuh kepulangan cericit burung yang sedih
di tengah hujan
yang nyata hanyalah rana; merona di pipimu menyala
denganmu, abadi adalah fana
dan malam berkunjung ke rumahku menanyakan mati
Dari karsamu dan sedikit rasa
yang perlahan mulai menepi
jauh dari beranda mataku
jauh dari jalan-jalan yang pernah kita lalui
- Jakarta Di Ujung Pena
No comments:
Post a Comment