Sunday, May 31, 2015

Jakarta Malam Hari

"Geeee.... Lihat ke depan jendela kamarmu deh!", teriak seseorang dari sebrang.
Ah, aku tahu siapa yang memiliki suara itu, memanggilku dengan keras. Aku segera lihat ke depan kamarku, penasaran tingkah apa yang akan dia lakukan
.
"Ada apa sih?", maki ku tidak kalah dengan teriakannya.
"Kita jadi jalan gak nanti malam?", menyeringai seperti biasa.

Duh, kelakukannya selalu membuatku gregetan, selalu merepotkanku, selalu membuatku mencoba sabar dengan semua tingkahnya. Ya, dia teman sekolahku merangkap tetangga depan rumahku, Prana, namanya.
Dia dengan repot meneriakiku dari luar sana cuma untuk menanyakan jadi jalan atau tidak, padahal di zaman sekarang ini sudah canggih, sudah ada media sosial lainnya.

"Iya jadi", jawabku singkat.
"Oke kalau begitu, aku siap-siap dulu. Bye". Aduh, tingkahnya selalu membuat aku gemes. Dan aku cuma bisa menggelengkan kepalaku mendengar jawabannya.

Aku seseorang yang cinta Jakarta pada malam hari. Bukan malam di jam sibuk, tapi cinta malam di mana sebagian orang Jakarta sudah tertidur. Bukan, bukan, aku bukan gadis malam. Hanya saja menyukai suasana Jakarta malam, yang tidak terlalu ramai, bebas dari kebisingan, bebas macet.

Aku dan Prana memutuskan ke Ancol malam itu. Kenapa Ancol jadi tempat pilihan Prana? Ah, mungkin karena permintaanku ke tempat yang ramai tapi sepi. Di mana masih banyak orang yang terjaga tapi aku bisa menikmati malam dengan santai, dengan tenang.

Sukaku bercerita pada angin. Membiarkan semua ceritaku di bawa pergi oleh angin - angin itu, termasuk cerita Prana. Ya, aku menyukainya sejak dulu. Dia cinta pertamaku. Aku sengaja tidak menceritakan ini ke Prana, takut kalau sikapnya berubah setelah aku mengungkapkan semuanya. Sempat terjadi sesuatu sebelumnya antara aku dan Prana. Kita belum lama baikan.

Aku dan Prana bisa di bilang sahabat. Kalau kata orang, aku adalah dia dan dia adalah aku. Ke mana pun aku pergi di situ ada Prana, dan sebaliknya.

Ah, aku menyukai momen di mana, aku diboncengi motor dengan Prana. Melihat lebar punggungnya dari belakang dan memegangi pinggangnya. Tidak banyak cerita di sepanjang kita jalan ke sana. Prana tahu aku menyukai hal itu. Dia membiarkanku asyik dengan malamku.

Kita memasuki area Ancol. Prana mebawaku ke jembatan dermaga. Pilihan yang tepat gumamku dalam hati. Prana paling tahu seleraku.

Kita berjalan di jembatan, tanpa kata, sibuk dengan pikiran masing - masing. Berjalan di antara air. Menikmati langit malam penuh dengan bintang cantik. Merasakan dan menceritakan cerita pada angin. Menghirup udara Jakarta yang tidak berpolusi. Seperti berada di suatu tempat yang indah, melarikan diri dari penatnya semua masalah.

Momen yang paling aku suka di saat seperti ini, ada Prana di sampingku. Dan Prana membiarkanku tetap di dalam duniaku. Bahagiaku adalah Prana. Cukup bagiku seperti ini.

Tidak terasa kita sudah berada di tengah jembatan dermaga. Prana mengajakku berhenti di tempat itu. Dan melakukan hal yang membuatku kaget, banget. Dia memegangi kedua tanganku. Dan mendekat ke arahku. Sepertinya detak jantungku bekerja lebih keras kali ini, berdegub lebih cepat.

"Hai, Gea. Kayaknya udah lama banget ya kita kenal", dia sengaja memotong pembicaraannya dan menatapku dalam. Aku menyerinyitkan dahiku, heran dengan sikapnya.

"Aku tahu selama ini kamu telah banyak membantu dalam segala hal. Semua ceritaku, aku ceritakan ke kamu. Termasuk cerita cintaku. Kamu yang tahu semua ceritaku. Kamu yang sudah bersedia aku repotkan dengan tingkah anehku. Terima kasih buat waktu yang kamu luangkan untukku. Terima kasih untuk cerewetmu selama ini".

"Wait, wait Pra. Kamu lagi kenapa sih sebenarnya? Lagi ada masalah? Cerita ke aku sini, jangan kayak gini dong. Aku bingung tahu", omelku ke Prana. Kata - kata dia sebelumnya seperti ucapan perpisahan, ada rasa khawatir dan takut di benakku, terlebih detak jantung semakin cepat berdegub. Prana hanya tersenyum, aduh senyumnya itu, manis sekali.

"Kamu jangan khawatir aku kenapa. Aku baik- baik saja selama ada kamu di samping aku. Aku tahu selama ini kamu cemburu setiap kali aku bercerita tentang perempuan yang aku sukai. Terima kasih tidak lari setiap kamu tersakiti. Terima kasih sudah bersedia menjadi aku selama ini. Benar kata orang, kamu adalah aku. Dan aku sadar itu. Semenjak kamu tidak berada di sampingku beberapa waktu lalu, aku merasa kehilangan kamu, banget. Dan aku minta ke kamu, jangan menghilang lagi. Tetap di sampingku. Maaf karena terlambat menyadari semua ini. Aku sayang kamu, Ge", aku speechless. Bingung mau berkomentar apa. Yang jelas aku senang banget Prana mengungkapkan itu semua. Senyum ku mengembang dan sebuah pelukan menyambutku.
"Aku juga sayang kamu, Prana."

Aku Gea, pecinta Jakarta malam dan ini kisahku.
31 Mei tahun sekian.

5 comments:

  1. Terimakasih sudah menulis sebagian ceritanya :)
    "Anak Cakung Anak Pedagang Keripik Singkong"

    ReplyDelete
  2. Lho? Ini beneran anak Cakung anak pedagang keripik singkong?
    kok blognya beda? Buat baru?

    Iya, kembali kasih ^^

    ReplyDelete
  3. Sengaja gk ada yang tau :)
    hehe :)

    ReplyDelete
  4. Eh tapi seriusan kamu?

    coba di tes, siapa nama ibukku?

    ReplyDelete
  5. Widhyati Rosmaniar tinggal di kampung jembatan dosen di universitas swasta dengan nama Lantaboer :)

    ReplyDelete