Entahlah, kenapa Tuhan mempertemukan kita melalui tinta-Nya, menjadi sebuah cerita, menjadi sebuah semesta. Temu menjadi sebuah awal, saling kenal dari obrolan tentang banyak perihal, tapi berakhir pada sesal.
Pernah ada yang sama kita rasakan, entah itu memang sebuah kesengajaan atau buah dari kebetulan. Rasa itu pernah bersama kita tangkap, kita dekap, kita ucap dan kita jadikan sebuah harap.
Ya, pernah ada sebuah rasa yang sama-sama kita rasakan, sebelum waktu-waktu melumpuhkan; seiring dengan kita yang saling mengasingkan-tak lagi berusaha mencari, tak lagi berusaha mencuri-yang kita biasakan untuk terbiasa.
Sebelumnya, aku berpikir bahwa temu-temu itu adalah jamu untuk sepi yang selama ini meramu. Nyatanya, kita adalah sepasang yang saling kenal untuk jadi sepasang yang saling sebal.
Pada akhirnya, kita tak mau ambil pusing; saling membijaki diri masing-masing. Kita menyebut pertemuan itu untuk sebuah hening, mendalami makna mencintai untuk seseorang yang di takdir namanya meruncing.
Kini, biarlah rasa itu tidur lelap; padamu tak perlu diungkap; dibiarkan menguap bersama yang pernah kuharap. Padaku? Biarkan aku jadi yang paling berani -di tulisan ini; mengungkap yang tersembunyi selama ini; yang mungkin tak lagi kausimpan untuk saat ini.
Jadi, selamat membaca dan mencerca semua kenangan-kenangan yang dulu pernah kita hadirkan di 'layar berkaca' -yang pernah menjadi saranaku mendengar deru suaramu saat sebuah akhir membuat matamu berkaca.
***
Awal dan akhir,
Keduanya adalah takdir;
Kau yang mendatangi awal,
Meski kau bukan pengawal;
Kau akan menjemput akhir,
Meski kau bukan supir.
***
- @syairkopi_
No comments:
Post a Comment