Kita tidak pernah lagi berbicara, tapi suaramu masih menjadi lagu favoritku. Hanya melempar pandangan saat bertemu, lalu pura-pura tenggelam–padahal ekor mataku mengikuti langkah kakimu. Selain senyum basa-basi tak berkualitas, kita lebih sering berperan sebagai orang asing.
Kalau sendirian, aku masih melamunkanmu, sibuk bertanya pada apa aja: tentang semenyenangkan apa harimu? Mendadak, aku ingin menangis.
Patah hati milikku tidak mengenal kata selamat tinggal. Karena arti selamat tinggal di sini adalah tentang siapa yang tidak lagi kembali ke siapa. Dalam imajinasiku, berbagai kata manis, puisi, dan sajak darimu berputar menjadi sebuah pusaran kenangan yang tak mampu aku hentikan.
Aku percaya suatu detik nanti, kita akan dibiarkan lupa, lupa kejadian yang menurut kita paling menyakitkan dalam hidup. Tuhan tidak akan membiarkan hujan mengingatkan kita lagi pada seseorang itu. Justru hujan hadir melelehkan filantropi yang kita simpan rapat-rapat untuknya.
Tapi sebelum waktu itu datang, aku masih ingin menggedor jantungmu dan meneriakkan keras-keras kata rinduku, atau sekedar mengusap kaca berembun demi membentuk namamu. Walau kau tak pernah tau kenyataannya, pernyataan yang sebenarnya.
:')
Tuesday, January 26, 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment